Bali Diprediksi Sepi Saat Libur Nataru, Ada Apa?
Libur Natal dan Tahun Baru (nataru) yang biasanya menjadi puncak kunjungan wisata ke Bali terancam tak seramai tahun-tahun sebelumnya. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia atau PHRI menilai cuaca ekstrem dan mahalnya tiket pesawat berpotensi menahan laju wisatawan domestik hingga akhir 2025.
Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran menemukan cuaca ekstrem telah mengubah pilihan transportasi wisatawan nusantara atau wisnus ke bali dari udara menjadi darat. Menurutnya, pemerintah perlu meningkatkan akurasi dan frekuensi prakiraan cuaca agar kunjungan wisatawan ke Pulau Dewata dapat dijaga.
"Karena perjalanan wisnus pada akhir tahun cukup besar, kami tetap mengharapkan peningkatan pergerakan ke Bali. Setidaknya okupansi di Pulau Dewata dapat mencapai 80% selama empat hari akhir bulan ini," kata Maulana kepada Katadata.co.id, Senin (22/12).
Badan Pusat Statistik mendata kunjungan wisnus mengalami penyusutan secara bulanan pada Oktober-November setiap tahunnya. Kondisi tersebut mulai berbalik pada Desember dan memuncak pada Januari tahun selanjutnya.
Selain cuaca ekstrem, Maulana memperkirakan kunjungan wisnus pada Desember 2025 tidak akan melonjak seperti tahun-tahun sebelumnya akibat daya beli nasional yang belum pulih. Kondisi tersebut diperburuk tingginya harga tiket pesawat di akhir tahun ini.
Berdasarkan pantauan Katadata, harga tiket pesawat Jakarta-Bali pada akhir tahun melonjak menjadi antara Rp 1 juta sampai Rp 1,6 juta. Bulan lalu, tiket rute yang sama dilego antara Rp 900.000 sampai Rp 1,3 juta.
"Harga tiket pesawat masih jadi isu bagi wisatawan yang ingin ke Bali saat ini walaupun ada insentif dari pemerintah," ujarnya.
Kajian Dewan Ekonomi Nasional menunjukkan, ekonomi Bali memang tumbuh pesat berkat didorong kembalinya wisatawan mancanegara, bahkan melampaui sebelum pandemi.
Namun Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut binsar Pandjaitan sebelumnya menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi oleh industri pariwisata di Bali. Salah satu tantangan yang dimaksud adalah overtourism (pariwisata berlebihan) hingga penyalahgunaan izin usaha penanaman modal asing (PMA).
"Cepatnya pemulihan ini juga memunculkan tantangan: overtourism di Canggu, Kuta, dan Ubud; persoalan sampah; kemacetan; hingga meningkatnya pelanggaran WNA, mulai dari penyalahgunaan investor visa hingga pelanggaran izin tinggal.' kata Luhut.
