Pemerintah pusat mengingatkan pemerintah daerah agar bijaksana menaikkan upah minimum. Kenaikan yang terlalu tinggi dinilai dapat mendorong relokasi pabrik dan menghambat penciptaan lapangan kerja baru.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan UMK akan menjadi komponen yang menentukan investasi manufaktur di setiap daerah. Menurutnya, UMP yang tinggi akan memudahkan sebuah pabrik melakukan relokasi ke daerah lain.
"Karena itu, ketetapan UMK oleh pemerintah daerah menjadi sangat penting. Kompetisi antar daerah sehat-sehat saja, namun setiap kepala daerah harus mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik lagi di daerahnya," kata Agus di kantornya, Rabu (31/12).
Seperti diketahui, semua gubernur telah mengumumkan upah minimum provinsi atau UMP pada pekan lalu. Saat ini, sebagian pemerintah daerah masih menggodok upah minimum kabupaten/kota beserta upah minimum sektoral.
Berdasarkan penelusuran Katadata, rata-rata upah minimum provinsi naik 6,13% atau hampir Rp 180.000 menjadi Rp 3,44 juta per bulan pada tahun depan. Agus mengaku optimistis kenaikan UMP 2026 masih dapat membuka lapangan kerja untuk 1,52 juta orang di sektor manufaktur pada tahun depan.
Dengan demikian, total tenaga kerja di industri pengolahan non migas diproyeksikan naik 7,57% pada tahun depan dari realisasi tahun ini sejumlah 20,08 juta orang menjadi 21,6 juta orang. Pembukaan lapangan kerja terbesar ada di sektor industri agro untuk sekitar 970.000 orang.
Agus menilai target pembukaan lapangan kerja akan diraih dengan pengetatan aturan tingkat komponen dalam negeri atau TKDN. Sebab, kebijakan tersebut akan menarik investasi karena ada kepastian pasar untuk pengadaan barang pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan perusahaan pelat merah.
Walau demikian, Agus mengingatkan kepala daerah bahwa upah minimum menjadi faktor penting dalam menentukan lokasi investasi baru. "Peningkatan serapan tenaga kerja baru akan bergantung pada realisasi investasi baru. Ini yang terus menerus menjadi perhatian kami," ujarnya.
Industri manufaktur Indonesia telah memasuki fase ekspansi secara berkelanjutan sejak Agustus 2025. Hal itu salah satunya tercermin melalui data Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur yang berada di atas 50 selama tiga bulan berturut-turut.
Badan Pusat Statistik juga mendata pertumbuhan sektor manufaktur pada kuartal ketiga tahun ini mencapai 5,54% secara tahunan, angka tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,04%. Sebelum kuartal pertama 2024, pertumbuhan industri pengolahan selalu lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi nasional.
Di sisi lain, penyerapan tenaga kerja di Indonesia masih minim. Sebelumnya, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam mengatakan industri padat karya pada tahun ini terpukul akibat kenaikan upah sebesar 6,5%, padahal inflasi tahun lalu hanya sekitar 2,5%. Kondisi tersebut menyebabkan industri padat karya mulai meningkatkan otomatisasi untuk menjaga kenaikan biaya produksi setiap tahunnya.
"Dengan demikian, perusahaan industri padat karya mulai menghitung kondisi ini akan memberatkan mereka pda 5-10 tahun ke depan. Akhirnya mereka meningkatkan proses otomatisasi dan justru mengurangi tenaga kerja," kata Bob kepada Katadata.co.id, Kamis (6/11).