Rusia Menang Banyak dari Perang, Transaksi Berjalan Surplus Rp 3.545 T
Rusia meraih keuntungan besar dari perang dengan Ukraina. Neraca transaksi berjalan Rusia sepanjang tahun lalu mencapai US$ 227,4 miliar atau setara Rp 3.545 triliun dengan asumsi kurs JISDOR akhir 2022 Rp 15.592 per dolar AS.
Mengutip Reuters, surplus neraca transaksi berjalan Rusia sepanjang tahun lalu melonjak 86% dibandingkan 2021 dan mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Lonjakan surplus transaksi berjalan ini didorong oleh anjloknya impor dan melonjaknya ekspor minyak dan gas yang mendorong aliran modal asing tetap masuk meski negara ini tengah diisolasi oleh kelompok negara Barat.
Impor Rusia turun tajam pada tahun lalu di tengah eksodus perusahaan-perusahaan Negara Barat yang menjatuhkan sanksi besar-besaran terhadap Negara Presiden Vladimir Putin tersebut atas invasi ke Ukraina.
Di sisi lain, pemerintahan Putin berhasil mengganti pendapatan yang hilang dari ekspor minyak dan gasnya ke Eropa dengan poros ke Cina, India, dan negara-negara Asia lainnya.
Berdasarkan data Bea Cukai Cina, perdagangan antara negara tersebut dengan Rusia mencapai rekor tertinggi mencapai US$190 miliar tahun lalu.
Perang Rusia dan Ukraina yang meletus sejak Februari 2022 masih berlnajut. Menurut laporan Office of the High Commisioner for Human Rights (OHCHR), sejak awal perang sampai 26 Desember 2022 sudah ada 17.831 penduduk Ukraina yang menjadi korban. Jumlah korban meninggal mencapai 6.884 orang, terdiri dari 2.719 laki-laki dewasa, 1.832 perempuan dewasa, dan 1.904 orang dewasa yang gendernya belum teridentifikasi.
Ada juga korban jiwa dari kelompok anak laki-laki 216 orang, 175 anak perempuan, dan 38 anak-anak yang gendernya belum diketahui. Kemudian ada 10.947 korban luka, terdiri dari 2.364 laki-laki dewasa, 1.709 perempuan dewasa, dan 6.074 orang dewasa yang gendernya belum teridentifikasi.
Adapun korban luka dari kelompok anak laki-laki 318 orang, 229 anak perempuan, dan 253 anak-anak yang gendernya belum diketahui.
"Sebagian besar korban sipil meninggal atau terluka karena senjata peledak, termasuk penembakan artileri berat, roket ganda, misil, dan serangan udara," kata OHCHR dalam laporannya, Selasa (27/12).