Si Jantung Hati di Kota Tua Hanoi
Engkau berjanji hanya aku yang kau nanti
Waktu kupergi kau suntingkan bunga melati
Tapi kini semuanya hanya mimpi
**
Pagi itu mendung bergelayut di langit Kota Tua Hanoi. Sekitar pukul enam, suasana masih temaram. Tak ada sinar matahari menyusupi awan yang kelabu. Namun orang-orang tetap membanjiri ruas-ruas jalan Ibu Kota Vietnam pada Selasa, 14 Maret 2023 kemarin.
Saat Katadata menyusuri Old Quarter di jantung Hanoi, sebagian dari mereka joging di trotoar. Ada pula para pesepeda berlalu lalang, mengayuh mount bike atau city bike. Beberapa sudut persimpangan bahkan disulap menjadi lapangan bulu tangkis.
Hingga pukul 07:00, jalan yang masih lengang dari kendaraan membuat aktivitas olahraga cukup nyaman. Jangan tanya 15 menit kemudian, saat para pekerja mulai begegas menuju kantornya: semrawut. Sepeda motor, mobil, dan bus saling berkejaran dan bersilangan. Tak semua perempatan atau pertigaan dipasang rambu lalu lintas.
Penduduk Hanoi memang cukup padat. Menurut data Prospek Urbanisasi Dunia PBB, kota seluas 3.360 kilometer, separuh Jakarta, tersebut dihuni 7,1 juta orang pada tahun ini. Pada 1950, Hanoi baru didiami 260,8 ribu orang.
Kembali ke Old Quarter, saat berolahraga, banyak yang membalut tubuhnya dengan jaket untuk menangkis suhu 15 derajat. Posisi Hanoi di sisi utara Vietnam menjadikannya memiliki empat musim: dingin, semi, gugur, dan panas. Maret ini musim semi dengan suhu 15 – 22 derajat, dan segera menuju musim gugur. Hanoi berbatasan dengan Provinsi Guangxi dan Yunnan, Cina.
Di Old Quarter, Hoan Kiem merupakan salah satu titik utama aktivitas masyarakat. Selain banyak digunakan untuk berolahraga, danau yang di tengahnya terdapat Kuil Den Ngoc Son ini merupakan kawasan wisata. Keliling danau ini 1,5 kilometer, satu setengah Stadion Gelora Bung Karno di Jakarta. Banyak jenis olah kanuraga dilakukan secara berkelompok, besar atau kecil.
Sekumpulan orang berusia lanjut dengan rambut mulai memutih berdansa. Lagu slow dance mengiringi gerak para pria dan perempuan itu. Ada pula sekelompok orang yang meregangkan dan mengalirkan tubuhnya seperti yoga. Mereka yang lebih muda membentuk kelompok tersendiri mengikuti instruktur aerobik.
Tak jauh dari tempat itu, dua kelompok seusia membentuk lajur seperti rangkaian kereta. Mereka saling memijat teman di depannya, yang dilakukan secara bergantian. Bendera-bendera merah dengan satu bintang kuning di tengahnya berkibar di belakang mereka.
Di pinggir lain danau itu, sekitar 25 wanita paruh baya sedang senam dengan ritme yang pelan, walau gerakannya mirip tari poco-poco. Lagu yang mengiringnya bukan berbahasa Vietnam:
Engkau berjanji hanya aku yang kau nanti / Waktu kupergi kau suntingkan bunga melati/ Tapi kini semuanya hanya mimpi /Aku bernyanyi sendiri menghibur hati/ Aku tak mau terluka kedua kali /
Ya, ini lagu Indonesia berjudul ‘Si Jantung Hati’ yang mengiringi olahraga mereka. Lagu ini dipopulerkan oleh Ade Putra pada 1980-an. Si Jantunng Hati telah dialihkan ke sejumlah bahasa di Asia Tenggara. Nama Ade Putra mulai melejit lewat lagu-lagu ciptaan Harry Toos, yang diorbitkan oleh produser A. Riyanto.
Bagi para pelancong dari Indonesia tentu ini pemandangan yang cukup unik. “Menjadikan pagi hari ini lebih berwarna di telinga kami,” kata Kuncoro Suryokusumo. Selasa pagi itu, pegawai perusahaan pelat merah ini sedang menikmati salah satu sudut Danau Hoan Kiem.
Le Trung Cuong, seorang pemandu wisata di Hanoi, mengatakan aktivitas warga lokal ini dilakukan setiap pagi, tak mesti di akhir pekan seperti ramai di Jakarta. Sebagian dari mereka datang dari pinggir kota. “Sudah menjadi kebiasaan. Selain untuk menjaga kebugaran, ini menjadi daya tarik wisatawan,” ujarnya.
Sejak awal 2000, Republik Sosialis Vietnam memang menjadikan pariwisata sebagai salah satu penggerak utama ekonomi mereka. Bahkan Polit Biro Komite Sentral Partai Komunis Vietnam telah memberlakukan Resolusi 08 pada awal 2017.
Target utamanya menetapkan pariwisata pada 2020 sebagai cabang ekonomi andalan. Para pelancong asing yang dibidik hingga 20 juta turis. Sementara wisatawan lokal ditargetkan mencapai 82 juta orang. Bila hal itu tercapai akan menyumbang lebih dari 10% terhadap PDB.
Namun pandemi corona telah menghantam industri wisata Vietnam. Hampir tak ada pelancong yang bertandang di awal-awal pagebluk ini. Pusat data turis Vietnam menunjukkan baru pada awal 2022 orang mulai berdatangan ke sana ketika pandemi di dunia makin terkendali.
Pada awal Maret tahun lalu, pelancong yang masuk Vietnam sudah tembus 41,7 ribu, jumlahnya terus meningkat berkali lipat sesudahnya. Pada Januari 2023, wisatawan yang datang 871,2 ribu orang. Bulan lalu kembali melonjak menjadi 932,9 ribu pelancong.
Sebagian dari mereka singgah di Ho Chi Min. Kota di sisi ujung selatan negara itu pada masa revolusi Vietnam 1950-an bernama Saigon. Sebagian besar wisatawan lainnya mengalir ke Kota Tua Hanoi, kota dengan bangunan-bangunan tua peninggalan kekaisaran dan Prancis yang sempat menjajah negeri ini.
The Old Quarter Hanoi
Cermin cerita masa lalu Vietnam tergambar di The Old Quarter. Menurut Vietnam is Awesome, platform perjalanan Vietnam berbasis komunitas, setelah kemerdekaan dari Tiongkok pada abad ke-11, Kaisar Ly Thai To memindahkan ibu kota dari Hoa Lu, Ninh Binh ke Hanoi. Kini, benteng kekaisaran Thang Long dan gerbang O Quan Chuong di dekat Old Quarter berdiri sebagai sisa-sisa sejarah masa lalu.
Hanoi Old Quarter pun menjadi pusat seni dan kerajinan. Para perajin yang datang dari desa yang sama dan beroperasi dalam serikat pekerja seringkali menetap di satu jalan. Mereka mempunyai keterampilan yang spesifik dalam satu barang atau jasa. Setelah menetap bersama, kuil dan pagoda dibangun sesuai kepercayaan dan agama yang mereka anut.
Saat Katadata menyusuri bagian-bagian Old Quarter itu, tata ruang dan bangunan perumahaan di sisi-sisi jalan terlihat berhimpitan dan menciptakan lorong-lorong gang yang sempit. Mereka menyebutnya 'rumah tabung'. Jalan-jalan tradisional ini memberi Old Quarter julukan '36 Old Streets'. Banyak jalan diberi nama sesuai dengan produk kerajinan spesialisasi yang mereka bikin.
Prancis yang pernah menguasai Vietnam pada abad ke-19 dan 20 turut meninggalkan pengaruhnya. Warna kuning mendominasi vila, rumah, dan bangunan tua di sana. Jalan raya penuh dengan deretan pepohonan. Semua warisan sejarah ini terus bertahan hingga kini, di tengah pembangunan kota modern Hanoi yang mulai ditumbuhi gedung-gedung pencakar langit.
Old Quarter merupakan bagian dari distrik Hoan Kiem, di sebelah barat sungai merah dan jembatan Long Bien dan di sebelah timur Museum Ho Chi Minh, yang berjarak 3,8 kilometer dari Danau Hoan Kiem. Ho Chi Minh adalah proklamator Vietnam saat mendeklarasikan kemerdekan pada 2 September 1945, dua pekan setelah Indonesia merdeka.
Paman Ho, demikan dia kerap dipanggil, juga punya hubungan dekat dengan proklamator Indonesia, Sukarno. Keduanya memiliki komitmen yang tinggi dalam melawan kolonialisme dan imperialisme. Foto mereka berdua banyak muncul di sejumlah literatur, bahkan diduplikasi sebagai pajangan, seperti yang menggantung di Restoran Batavia di Hanoi. “Mereka dua tokoh yang dihormati di sini,” kata Le Trung Cuong.