45.000 Polisi Dikerahkan Redam Kerusuhan Prancis, Ribuan Orang Ditahan
Ribuan orang ditangkap imbas kerusuhan di Prancis. Otoritas setempat mengerahkan 45.000 personil polisi dengan kendaraan lapis baja dan helikopter untuk menjaga jalanan di tiga kota terbesarnya yaitu Paris, Lyon, dan Marseille.
Puluhan ribu polisi tersebut dikerahkan setelah pemakaman seorang remaja keturunan Afrika Utara, yang penembakannya oleh polisi memicu kerusuhan nasional.
Presiden Prancis Emmanuel Macron menunda kunjungan kenegaraan ke Jerman yang sebelumnya dijadwalkan Minggu (2/7). Dia akan fokus menangani krisis terburuk bagi kepemimpinannya sejak protes "Rompi Kuning" melumpuhkan sebagian besar Prancis pada akhir 2018.
Pada Minggu (2/7) dini hari, situasi lebih tenang daripada empat malam sebelumnya. Namun demikian, ada beberapa ketegangan di Paris tengah dan bentrokan sporadis di kota-kota Mediterania Marseille, Nice, dan kota timur Strasbourg.
Titik kerusuhan terbesar terjadi di Marseille di mana polisi menembakkan gas air mata dan bertempur di jalanan dengan pemuda di sekitar pusat kota hingga larut malam.
Di Paris, polisi meningkatkan keamanan di jalan Champs Elysees yang terkenal di kota itu setelah seruan di media sosial untuk berkumpul di sana. Jalanan yang biasanya dipadati turis, saat itu dijejeri pasukan keamanan yang melakukan pemeriksaan di tempat. Fasad toko ditutup untuk mencegah potensi kerusakan dan penjarahan.
Ribuan Orang Ditahan
Kementerian dalam negeri mengatakan 1.311 orang telah ditangkap pada Jumat malam. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan dengan 875 orang pada malam sebelumnya. Sementara pada Sabtu malam, Polisi menangkap hampir 200 orang.
Otoritas lokal di seluruh negeri mengumumkan larangan demonstrasi, memerintahkan angkutan umum untuk berhenti beroperasi pada malam hari dan beberapa memberlakukan jam malam.
Kerusuhan yang terjadi setahun jelang Olimpiade itu akan menambah tekanan politik pada Macron. Berbulan-bulan sebelumnya, dia telah menghadapi kemarahan dan kadang-kadang demonstrasi dengan kekerasan di seluruh negeri setelah mengeluarkan aturan baru pensiun.
Penundaan kunjungan kenegaraan ke Jerman merupakan kali kedua tahun ini. Ia juga harus membatalkan acara tingkat tinggi karena situasi domestik di Prancis. Pada bulan Maret, dia membatalkan rencana kunjungan kenegaraan Raja Charles.
Dipicu Penembakan Remaja
Kerusuhan dipicu oleh penembakan remaja 17 tahun, Nahel yang merupakan keturunan Aljazair dan Maroko. Dia ditembak oleh seorang petugas polisi saat melanggar lalu lintas di Nanterre, pinggiran Paris, pada Selasa (27/6).
Penembakan remaja yang terekam dalam video tersebut telah memicu kembali keluhan lama dari komunitas perkotaan tentang kekerasan dan rasisme polisi.
Beberapa ratus orang berbaris memasuki masjid agung Nanterre saat pemakaman Nahel. Relawan dengan rompi kuning berjaga-jaga, sementara beberapa lusin pengamat menyaksikan dari seberang jalan.
Beberapa pelayat, menyilangkan tangan, mengatakan "Tuhan Maha Besar" dalam bahasa Arab, saat mereka membentang di bulevar dalam doa.
Penjarahan Merajalela
Para perusuh telah membakar 2.000 kendaraan sejak dimulainya kerusuhan. Lebih dari 200 petugas polisi terluka. Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin mengatakan menambahkan bahwa usia rata-rata mereka yang ditangkap adalah 17 tahun.
Menteri Kehakiman Eric Dupont-Moretti mengatakan 30% tahanan berusia di bawah 18 tahun.
"Lebih dari 700 toko, supermarket, restoran, dan cabang bank telah dijarah dan bahkan dibakar habis sejak Selasa", kata Menteri Keuangan Bruno Le Maire.
Di Marseille, di mana 80 orang ditangkap pada Jumat, polisi mengatakan mereka telah menahan 60 orang.
"Sangat menakutkan. Kami bisa mendengar suara helikopter dan tidak mau keluar karena sangat mengkhawatirkan," kata Tatiana, 79, seorang pensiunan yang tinggal di pusat kota.
Di Lyon, kota terbesar ketiga Prancis, polisi mengerahkan pengangkut personel lapis baja dan sebuah helikopter.