Dua Bayi Baru Lahir Tewas di Gaza, Israel terus Targetkan Rumah Sakit
Dua bayi baru lahir meninggal dan puluhan lainnya dalam bahaya setelah Israel menyerang rumah sakit terbesar di Gaza, Al Shifa, dan Rumah Sakit Indonesia. Serangan tersebut dilancarkan sejak Jumat (10/11) dan menargetkan tiga rumah sakit yang memperburuk akses kesehatan bagi warga Palestina.
Para pejabat Palestina mengatakan sampai Jumat (12/11) sebanyak 11.078 warga Palestina tewas dalam serangan udara dan artileri Israel. Sekitar 40% dari korban adalah anak-anak.
Pejabat senior PBB pada keterangan resmi Sabtu (11/11) mengatakan tidak ada pembenaran atas tindakan perang apa pun di dalam atau di sekitar fasilitas kesehatan mana pun. Kepala Urusan Bantuan dan Kemanusiaan PBB Martin Griffiths juga mengatakan tindakan ini sebagai serangan yang mengerikan dan tidak beradab.
Martin menyebutkan, "Tidak ada pembenaran atas tindakan perang di fasilitas kesehatan yang menyebabkan mereka tidak memiliki listrik, makanan atau air dan menembaki pasien dan warga sipil yang mencoba melarikan diri. Ini tercela dan harus dihentikan."
Ia mengatakan rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang lebih aman dan mereka yang membutuhkannya harus percaya bahwa rumah sakit adalah tempat berlindung. "Rumah sakit bukan tempat perang," kata dia.
Sementara itu orang nomor satu di Badan Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan badan regional WHO telah kehilangan kontak dengan Al-Shifa. "Ada laporan bahwa beberapa dari mereka yang melarikan diri dari rumah sakit telah tertembak, terluka, atau terbunuh. Laporan terakhir menyebutkan rumah sakit dikepung oleh tank," tulisnya dalam X, Jumat (10/11).
Ia juga menyinggung tentang dua bayi prematur baru lahir yang meninggal akibat serangan Israel ke rumah sakit tersebut yang menyebabkan rumah sakit kekurangan air, makanan dan listrik.
Israel juga menyerang Rumah Sakit Indonesia di Gaza dengan alasan adanya markas kelompok Hamas di bawah bangunan rumah sakit. Sejak serangan tersebut, RS Indonesia kehabisan bahan bakar dan beroperasi dalam gelap.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Lalu Muhammad Iqbal membantah keras klaim Israel tersebut. Ia mengatakan RS Indonesia dibangun untuk tujuan kemanusiaan, untuk kebutuhan medis masyarakat Gaza.
Mengutip dari Reuters, pada Minggu (12/11), militer Israel mengatakan siap mengevakuasi bayi-bayi dari rumah sakit terbesar di Gaza pada Minggu ini. Juru bicara militer Israel, Laksamana Muda Daniel Hagari, mengatakan militer Israel akan membantu mengevakuasi bayi dari rumah sakit, namun tak dijelaskan skema evakuasi yang disiapkan tersebut.
Muhammad Abu Salmiya, Direktur Rumah Sakit Al Shifa, mengatakan kepada Al Jazeera TV, bahwa melindungi pasien adalah prioritasnya. "Kami menghubungi Palang Merah dan memberi tahu mereka bahwa kami kehabisan air, oksigen, bahan bakar, dan segalanya,” kata Abu Salmiya dikutip dari Reuters, Minggu (12/11).
Ia mengatakan bayi-bayi prematur, pasien dalam perawatan intensif dan orang-orang sipil yang terluka tidak akan dapat bertahan hidup karena kekurangan listrik. "Jika pasukan pendudukan ingin mengevakuasi orang-orang yang terluka ke tempat mana pun di dunia yang lebih aman daripada Jalur Gaza, kami tidak menentang hal itu."
Ahmed al-Mokhallalati, seorang ahli bedah plastik senior di Al Shifa, mengatakan kepada Reuters bahwa telah terjadi pemboman terus menerus selama lebih dari 24 jam. Dia mengatakan sebagian besar staf rumah sakit dan orang-orang yang berlindung di sana telah pergi, namun 500 pasien masih bertahan.
Daniel Hagari mengatakan para dokter, pasien, dan ribuan pengungsi yang mengungsi di rumah sakit di Gaza utara harus pergi agar Israel dapat menangani kelompok bersenjata Hamas. Ia terus mengatakan markas kelompok Hamas berada di bawah rumah sakit-rumah sakit yang mereka serang.
Sementara itu, otoritas perbatasan Gaza mengatakan penyeberangan Rafah ke Mesir akan dibuka kembali pada hari Minggu untuk pemegang paspor asing setelah ditutup pada hari Jumat.