11 Kumpulan Puisi Sapardi Djoko Damono Penyair Terkenal Indonesia

Tifani
Oleh Tifani
1 Desember 2022, 19:14
puisi sapardi djoko damono
ANTARA FOTO/Dodo Karundeng
Penyair Sapardi Djoko Damono (tengah) didampingi moderator Joesana Tjahjani menyampaikan pendapatnya pada acara "Senja Bersama Sapardi", di Museum Nasional, Jakarta, Sabtu (20/2/2020). Acara tersebut diadakan dalam pameran seni Kolaborasi 3 Generasi bertajuk "Merajut Nusantara", oleh Sapardi Djoko Damono (penyair), Darwis Triadi (fotografer) dan Vera Anggraini (perancang busana), yang akan berlangsung hingga 20 Maret 2020, bertepatan dengan HUT ke-80 Sapardi Djoko Damono.

Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono merupakan sastrawan kebanggaan Indonesia, yang dikenal dengan karya tulisannya yang sederhana, namun mengandung makna yang dalam. Orang-orang lebih mengenalnya sebagai sastrawan. Sebelum masuk perguruan tinggi, dia sempat dikenal lewat sajak yang dia buat saat berusia 17 tahun. 

Di masa pensiunnya, dia masih aktif menulis dan mengajar di Program Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta. Sapardi meninggal pada Minggu, 19 Juli 2020, pukul 09.12 WIB di Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan.

Kumpulan Puisi Sapardi Djoko Damono

Ada banyak puisi karya-karya besar yang dimiliki beliau. Beberapa karya Sapardi Djoko Damono antara lain, Duka-Mu Abadi (1969), Mata Pisau (1974), Perahu Kertas (1983), Sihir Hujan (1984), Hujan Bulan Juni (1994), Arloji (1998), Ayat-ayat Api (2000), Mata Jendela (2000), dan masih banyak lagi.

Tentu masih banyak lagi puisi karya Sapardi Djoko Damono yang mempunyai tempat tersendiri di hati para penggemarnya. Berikut kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono:

1. Sementara Kita Saling Berbisik (1966)

sementara kita saling berbisik

untuk tingga lebih lama lagi

pada debu, cinta yang tinggal berupa

bunga kertas dan lintasan angka-angka

ketika kita saling berbisik

di luar semakin sengit malam hari

memadamkan bekas-bekas telapak kaki, menyekap sisa-sisa unggun api

sebelum fajar. Ada yang masih bersikeras abadi


2. Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah

dari hujan bulan Juni


Dirahasiakannya rintik rindunya

kepada pohon berbunga itu


Tak ada yang lebih bijak

dari hujan bulan Juni


Dihapusnya jejak-jejak kakinya

yang ragu-ragu di jalan itu


Tak ada yang lebih arif

dari hujan bulan Juni


Dibiarkannya yang tak terucapkan

diserap akar pohon bunga itu


3. Aku Ingin (1989)

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan kata yang tak sempat diucapkan

kayu kepada api yang menjadikannya abu


Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

awan kepada hujan yang menjadikannya tiada


4. Yang Fana Adalah Waktu (1989)

Yang fana adalah waktu.

Kita abadi memungut detik demi detik,

merangkainya seperti bunga

sampai pada suatu hari

kita lupa untuk apa

"Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu.

Kita abadi.


5. Pada Suatu Hari Nanti

Pada suatu hari nanti,

Jasadku tak akan ada lagi,

Tapi dalam bait-bait sajak ini,

Kau tak akan kurelakan sendiri.


Pada suatu hari nanti,

Suaraku tak terdengar lagi,

Tapi di antara larik-larik sajak ini.

Kau akan tetap kusiasati,


Pada suatu hari nanti,

Impianku pun tak dikenal lagi,

Namun di sela-sela huruf sajak ini,

Kau tak akan letih-letihnya kucari.


6. Menjenguk Wajah di Kolam

Jangan kau ulang lagi

menjenguk

wajah yang merasa

sia-sia, yang putih

yang pasi

itu.


Jangan sekali-

kali membayangkan


Wajahmu sebagai

rembulan.


7. Kenangan

Ia meletakkan kenangannya

dengan sangat hati-hati

di laci meja dan menguncinya

memasukkan anak kunci ke saku celana

sebelum berangkat ke sebuah kota

yang sudah sangat lama hapus

dari peta yang pernah digambarnya

pada suatu musim layang-layang


Tak didengarnya lagi

suara air mulai mendidih

di laci yang rapat terkunci.


Ia telah meletakkan hidupnya

di antara tanda petik


8. Sajak Tafsir

Kau bilang aku burung?

Jangan sekali-kali berkhianat

kepada sungai, ladang, dan batu


Aku selembar daun terakhir

yang mencoba bertahan di ranting

yang membenci angin


Aku tidak suka membayangkan

keindahan kelebat diriku

yang memimpikan tanah

tidak mempercayai janji api yang akan menerjemahkanku

ke dalam bahasa abu


Tolong tafsirkan aku

sebagai daun terakhir

agar suara angin yang meninabobokan

ranting itu padam


Tolong tafsirkan aku sebagai hasrat

untuk bisa lebih lama bersamamu


Tolong ciptakan makna bagiku

apa saja — aku selembar daun terakhir

yang ingin menyaksikanmu bahagia

ketika sore tiba.


9. Kita Saksikan (1967)

kita saksikan burung-burung lintas di udara

kita saksikan awan-awan kecil di langit utara

waktu itu cuaca pun senyap seketika

sudah sejak lama, sejak lama kita tak mengenalnya

 

di antara hari buruk dan dunia maya

kita pun kembali mengenalnya

kumandang kekal, percakapan tanpa kata-kata

saat-saat yang lama hilang dalam igauan manusia


10. Akulah Si Telaga (1982)

akulah si telaga:


berlayarlah di atasnya;

berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil


berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya;

yang menggerakkan bunga-bunga padma;

sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja


perahumu biar aku yang menjaganya.


11. Sementara Kita Saling Berbisik (1966)

Sementara kita saling berbisik

untuk lebih lama tinggal

pada debu, cinta yang tinggal berupa

bunga kertas dan lintasan angka-angka


ketika kita saling berbisik

di luar semakin sengit malam hari

memadamkan bekas-bekas telapak kaki, menyekap sisa-sisa


unggun api

sebelum fajar. Ada yang masih bersikeras abadi.

Demikian beberapa contoh puisi Sapardi Djoko Damono yang dapat menjadi inspirasi atau sekedar untuk mengenang karya dari salah satu sastrawan terkenal Tanah Air.

Editor: Intan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...