Kisah Pekerja Informal saat Pandemi Corona: Kalau Tak Kerja Bisa Mati

Rizky Alika
10 April 2020, 11:26
Sejumlah tukang becak menunggu penumpang di salah satu ruas jalan di Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (5/4/2020). Pemerintah akan memberikan bantuan sosial kepada 29,3 juta penerima bantuan langsung tunai (BLT) yang tergolong dalam 40 persen warga miskin, te
ANTARA FOTO/Basri Marzuki/foc.
Sejumlah tukang becak menunggu penumpang di salah satu ruas jalan di Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (5/4/2020). Pemerintah akan memberikan bantuan sosial kepada 29,3 juta penerima bantuan langsung tunai (BLT) yang tergolong dalam 40 persen warga miskin, termasuk para pekerja informal yang terdampak COVID-19. ANTARAFOTO/Basri Marzuki/foc.

Pandemi virus Corona masih belum mereda. Data Kementerian Kesehatan per Kamis (9/4), 3293 orang dinyatakan positif mengidap virus bernama resmi Covid-19 di Indonesia. Pembatasan pergerakan manusia dilakukan untuk mencegahnya. Kegiatan ekonomi pun terdampak. Termasuk di sektor informal.    

Yudhi (45), seorang penari wayang asal Jakarta, sudah tidak menerima pemasukan selama sebulan terakhir.  Ini karena menurutnya, "semua pertunjukan sampai bulan Agustus sudah dibatalkan akibat penyebaran virus Corona." Padahal ia mengaku pendapatan hanya diperoleh dari hasil penjualan tiket pementasan.

Sebelum corona, kata Yudhi, pementasan dapat berlangsung sebanyak empat kali dalam sebulan. Dalam sebuah pementasan, setiap penari akan mendapatkan upah sebesar Rp 50 ribu. "Dengan upah normal saja sudah compang-camping, sekarang makin sekarat," kata Yudhi kepada Katadata.co.id, Kamis (9/4). 

Dalam kondisi ini, Yudhi berupaya mencari pinjaman dari teman dan tetangga sekitar sekadar untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ia juga mengaku sempat mendapatkan bantuan berupa beras dan mie instan dari individu dan kelompok sosial yang memiliki perhatian terhadap kondisi orang sepertinya.

Namun, ia menyatakan belum ada bantuan dari pemerintah pusat dan daerah yang sampai kepadanya. Ia berharap bantuan itu segera datang.

(Baca: Anies Minta Warga yang Belum Terdaftar Bantuan PSBB Lapor Kelurahan)

Senasib dengan Yudhi, seorang supir truk eskpedisi Jawa-Bali yang mengantarkan kardus untuk industri mie bernama Rotantio (30) kini harus mengalami penurunan penghasilan. Pria yang tinggal di Surabaya ini mengaku setelah virus Corona merebak, jumlah pengiriman barang antar provinsi yang menggunakan jasanya turun.    

Saat kondisi normal, Rotantio mengatakan pesanan antar kardus dapat mencapai tiga kali dalam seminggu. Namun, jumlah itu telah menurun menjadi sekali dalam sepekan atau bahkan tak ada pesanan.

"Seminggu sekali (antar pesanan). Tapi banyak teman yang tidak dapat pesanan dalam seminggu," kata Rotantio kepada Katadata.co.id, melalui telepon Kamis (9/4). Efeknya, pendaptannya menurun hingga 70-80% dibandingkan sebelum masa Corona.

Rotantio bercerita,  kondisi serupa dialami supir truk lain yang mengantar tepung hingga makanan ringan dari industri. Sebaliknya, jasa antar minyak goreng dari industri dinilai lebih beruntung lantaran masih ada permintaan sebanyak 3-4 truk dalam sehari.

Saat disinggung mengenai peluang terkena Corona bila tetap bekerja, Rotantio pasrah. Baginya pengantaran kardus harus tetap dilakukan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari.

Namun, ia menyatakan tetap menjaga diri dari peluang tertular virus Corona. Pengantaran dilakukan dengan menggunakan penyanitasi tangan serta melalui proses penyemprotan disinfektan.

 "Orang seperti kami ini kalau tidak kerja bisa mati," ujar Rotantio.

Kondisi tak berbeda dialami Suwarto ((36), seorang supir ojek online di Jakarta. Ia mengaku mengalami penurunan penghasilan sekitar 70-80% dibandingkan sebelum masa Corona. Normalnya penghasilan Suwarto bisa mencapai Rp 100 ribu-150 ribu dalam sehari.

"Sekarang hanya Rp 20 ribu-40 ribu per hari," ujar dia kepada kami, Kamis (9/4).

Suwarto mengaku bonus dari perusahaan ojek daring tempatnya bekerja turut turun. Kini ia hanya mendapat bonus sebesar Rp 30 ribu.

Padahal biasanya mendapatkan bonus sebesar Rp 140 ribu.  Itu pun bonus tak selalu diberikan, bergantung pada jumlah pesanan yang diperoleh supir dalam sehari. 

Di tengah Corona, Suwarto mengaku hanya mendapat 2-3 pesanan per hari. Jauh dari hari biasa yang mencapai 15-18 pesanan dalam sehari.

Dengan penghasilan minim, Suwarto mencari pinjaman dana dari tetangga dan saudara untuk menghidupi keluarga. "Kalau situasi sudah normal, uangnya kami kembalikan," ujar dia.

(Baca: PSBB Jakarta Diberlakukan, Ojek Online Resmi Dilarang Bawa Penumpang)

Organda Desak Pemerintah Segera Realisasikan BLT

Sekretaris Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono mengatakan, penyebaran Corona telah berimbas pada anjloknya okupansi angkutan kota dan metromini yang tersisa 10% dari kondisi normal.

Meskipun kondisi tersebut sangat berat, tapi semua pengemudi dan awak kendaraan tak memiliki banyak pilihan. Menurutnya, para supir akan menaati aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang ditetapkan pemerintah.

"Sekarang penumpang ada 10% saja sudah bersyukur benar. Ada yang penurunannya bisa 100%. Rata-rata berkurang 90% dari yang wajar bahkan ada beberapa trayek yang sudah tidak ada permintaan sama sekali," kata Ateng kepada Katada.co.id, Kamis (9/4).

Ateng mengatakan, para supir telah kesulitan membayar setoran lantaran supir tak mendapatkan pemasukan dari penumpang.

Untuk menjamin kelangsungan hidup para supir dan awak kendaraan, Organda telah mendesak pemerintah untuk merealisasikan bantuan langsung tunai (BLT). Terlebih, bulan Ramadan dan Idul Fitri akan segera tiba.

"Semoga BLT diberikan tidak dalam waktu lama," kata Ateng.

(Baca: Mobil Pribadi Dibatasi Kapasitas 50% Penumpang Selama PSBB Jakarta)

Reporter: Rizky Alika, Tri Kurnia Yunianto

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...