Sederet Penyakit Intai Korban Banjir, Hipotermia hingga Leptospirosis
Banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya mulai surut. Namun, korban banjir masih rawan terkena berbagai penyakit, dari hipotermia, diare, tipes, demam berdarah dengue (DBD), infeksi kulit, hingga leptospirosis, .
Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tiga korban banjir di DKI Jakarta meninggal karena mengalami hipotermia. Penyebabnya diduga akibat korban terlalu lama berada di dalam air, mengenakan pakaian basah, atau karena kondisi-kondisi lainnya yang menyebabkan suhu tubuhnya turun drastis.
Berbagai penyakit yang mengintai korban banjir dan penyebabnya akan kami jabarkan satu-persatu.
1. Hipotermia
Apa yang dimaksud dengan hipotermia? Hipotermia adalah kedinginan akut yang dialami seseorang ketika suhu tubuhnya turun di bawah 35 derajat Celcius, lebih rendah dibandingkan suhu tubuh normal 37 derajat Celcius.
Hipotermia sering dialami para pendaki gunung, khususnya di pegunungan yang bersalju. Namun, hipotermia juga bisa menimpa korban banjir. Hal ini disebabkan para korban banjir berada terlalu lama di dalam air, mengenakan pakaian yang basah, hingga cuaca dingin yang dihadapi ketika hujan turun dengan deras saat mereka belum bisa dievakuasi.
Tubuh manusia sebenarnya memiliki mekanisme untuk melindungi tubuh dari udara dingin dengan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Namun, saat suhu tubuh sudah turun di bawah 35 derajat Celcius, fungsi syaraf dan organ tubuh lainnya akan terganggu.
Seperti dilansir Kompas.com, gejala hipotermia ditunjukkan dengan pusing, menggigil, kulit tangan hingga bibir berwarna pucat, hingga meracau karena kesadaran mulai menurun. Suhu dingin yang ekstrem bisa menyebabkan pembuluh darah menyempit sehingga fungsi jantung dan pernapasan bisa terganggu.
Pertolongan pertama yang bisa diberikan kepada penderita hipotermia adalah membungkus tubuh dengan selimut dan pakaian kering. Pastikan pakaian dan selimut rapat, jangan sampai ada angin yang masuk. Pindahkan ke tempat yang kering dan hangat, di rumah atau di dalam tenda.
Penderita bisa diberi minuman hangat sedikit demi sedikit. Selain itu, berikan makanan yang mengandung gula untuk memberikan energi kepada korban.
(Baca: Korban Jiwa akibat Banjir dan Longsor Bertambah jadi 47 Orang)
2. Diare dan tipes
Diare dan tipes (demam tifoid) kerap menyertai para korban banjir. Penyebabnya adalah makanan dan minuman yang dikonsumsi kurang higienis karena pascabanjir biasanya banyak kotoran yang tertinggal di rumah atau lingkungan yang dilanda banjir.
Seperti dilansir Hellosehat, bakteri salmonella thyphi yang menyebabkan tipes bisa ditemukan di air atau makanan yang terkontaminasi. Gejala-gejalanya antara lain demam hingga mencapai 40,5 derajat Celcius, lemah dan lesu, nyeri otot, sakit kepala, kehilangan nafsu makan, sakit perut, diare atau sembelit, ruam, dan bengkak di perut.
Penderita sebaiknya dibawa ke dokter atau puskesmas terdekat untuk mendapatkan perawatan intensif. Jika dibiarkan begitu saja, bisa terjadi komplikasi yang dapat berujung kematian.
3. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam berdarah dengue (DBD) ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti yang berwarna hitam dengan bintik-bintik putih. Genangan air menjadi tempat yang disukai nyamuk untuk berkembang biak. Oleh karena itu, DBD juga rentan menyerang pascabanjir.
Gejala DBD ditunjukkan dengan demam tinggi yang tak kunjung reda. Yang berbahaya jika terjadi siklus pelana, di mana penderita DBD menderita panas tinggi, lalu panasnya turun tetapi kemudian panas lagi lebih tinggi. Pada beberapa penderita, juga terlihat bintik-bintik merah di kulit karena pecahnya pembuluh darah.
Penderita bisa mengalami pendarahan di hidung, gusi ataupun pendarahan di dalam. Untuk memastikan penyakit DBD dibutuhkan tes darah. Dari hasil tes bisa diketahui penurunan jumlah trombosit darah yang biasanya terjadi pada penderita DBD. Oleh karena itu, penderita harus segera dibawa ke rumah sakit jika demam tidak turun-turun selama tiga hari.
(Baca: Virus Chikungunya Menyebar di Bogor, Pahami Bedanya dengan DBD)
4. Infeksi Kulit
Korban banjir juga kerap mengalami infeksi kulit. Air yang bercampur dengan berbagai kotoran dari sampah dan tanah atau lumpur yang terbawa banjir bisa membawa bakteri, kuman, maupun jamur. Infeksi kulit banyak menimpa korban banjir yang berada di pengungsian atau tempat tinggal sementara yang tidak memiliki pasokan air bersih yang cukup. Alhasil, mereka kesulitan mandi atau membersihkan badan.
Dalam kondisi lembab dan kotor, kuman dan jamur bisa berkembang biak dengan cepat. Jika memungkinkan, selalu jaga kebersihan tubuh dan basuh dengan sabun untuk menghindari penyebaran kuman, bakteri, dan jamur. Jika infeksi kulit memburuk, periksakan ke dokter atau puskesmas terdekat untuk diobati.
(Baca: Wabah Hepatitis A di Pacitan, Waspadai Penyebab dan Penularannya)
5. Leptospirosis
Kasus penyakit leptospirosis biasanya juga meningkat pascabanjir. Menurut Alodokter.com, leptospirosis disebabkan oleh infeksi bakteri leptospira yang masuk ke dalam tubuh ketika kita bersentuhan dengan air atau tanah yang mengandung urine atau darah dari hewan yang terinfeksi leptospira. Hewan yang dapat menularkan leptospirosis adalah tikus, anjing, dan hewan ternak seperti sapi atau babi.
Penularan juga bisa terjadi melalui air minum yang terkontaminasi air banjir atau air yang tidak bersih, makanan yang terkontaminasi, atau mandi dan berendam di dalam air banjir. Gejala leptospirosis biasanya terlihat pada hari kelima hingga ke-14 setelah penderita terpapar bakteri leptospira. Gejala awalnya seperti demam, sakit kepala, nyeri otot, muntah, diare, nyeri perut, kulit dan mata menguning, ruam kulit, dan batuk.
Untuk pencegahan, pastikan air yang diminum sudah direbus dengan matang. Jika ada luka di kulit, tutup dengan plester yang kedap air. Hindari berenang di air banjir atau di sungai yang mendapat limpahan air banjir. Saat berada di area banjir, kenakan sepatu bot untuk melindungi dari kemungkinan terkontaminasi atau terinfeksi bakteri leptospirosis.
(Baca: Tinjau Mendadak Waduk Pluit, Jokowi Cek Alat Penanganan Banjir)