Golkar dan PDIP Silang Pendapat Soal Perlunya GBHN
Wacana Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memunculkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) mendapat kritikan dari politisi senior Partai Golkar Akbar Tanjung.
Pria yang menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Kehormatan partai berlambang pohon beringin itu khawatir keberadaan GBHN akan mengembalikan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara. Dampaknya, pemilihan presiden dilakukan tak langsung karena mandat rakyat diberikan kepada MPR.
"Sedangkan rakyat kan sudah di posisi mereka dengan kedaulatan termasuk dalam menentukan presiden," kata Akbar dalam diskusi di Jakarta, Rabu, (4/9).
(Baca: Panasnya Wacana Amendemen UUD 1945 dan Kembalinya GBHN)
Akbar akan membawa wacana GBHN ini untuk dibahas di internal partainya. Menurutnya, motivasi PDIP ini perlu dicegah karena akan berdampak pada keberlangsungan demokrasi masyarakat.
Mantan Ketua DPR ini juga mengkritisi niatan partai banteng menjadikan GBHN untuk mengoptimalkan pembangunan nasional. Akbar menjelaskan, selama ini pembangunan nasional sudah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
"Ini membuat GBHN belum terlalu urgent untuk diwacanakan saat ini.”
Wakil Ketua MPR sekaligus politisi PDIP Ahmad Basarah membantah kekhawatiran Akbar. Basarah menjelaskan amendemen tidak menyentuh Pasal 6 ayat 1 serta Pasal 7A dan 7B Undang-Undang Dasar 1945.
Dia mengatakan yang wacana ini hanya amandemen terbatas yang dalam pelaksanaanya tak menjadikan presiden sebagai mandatoris MPR. "Karena sistem presidensial kita sudah berjalan," kata Basarah di tempat yang sama.
(Baca: Meski Menuai Polemik, MPR Tetap Rekomendasikan Amendemen UUD 1945)
Dirinya hanya menginginkan pembangunan dapat berjalan berkelanjutan. Jika tampuk kepemimpinan berubah, rencana yang sudah ada akan dilanjutkan. "Jangan sampai nanti akhirnya tidak ada kesinambungan pembangunan nasional,” ujarnya.
Sementara itu, Analis Politik Lembaga Survei Kedaikopi Hendri Satrio mengatakan, belum ada urgensi untuk mengeluarkan GBHN. Hendri mempertanyakan apabila ada kegentingan, mengapa amendemen tidak dilakukan sejak awal Presiden Joko Widodo menjabat pada 2014. "Jangan sampai haluan haluan negara ini semakin membuat negara kita ini terjebak dengan kebingungan baru," katanya.