Politik Abu-abu Demokrat di Pilpres 2019 untuk AHY
Sikap Partai Demokrat menuai polemik di internal Koalisi Indonesia Adil dan Makmur. Demokrat dianggap memiliki standar ganda dengan membebaskan kadernya untuk menentukan pilihan kandidatnya dalam Pilpres 2019. Padahal, sebagai partai, Demokrat telah mengusung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Sikap ini dilontarkan oleh Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR Edhi Baskoro Yudhoyono di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (11/11). Ketika itu, Ibas -sapaan akrab Edhie Baskoro- menyatakan Demokrat mengetahui kader yang punya sikap berbeda dengan partai terkait Pilpres.
Ketika Demokrat mengusung pasangan Prabowo-Sandiaga, beberapa kader justru mendukung pesaingnya, Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Mereka seperti Gubernur Papua Lukas Enembe, mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang, dan mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar.
Meski demikian, Demokrat tak menjatuhkan hukuman kepada kader yang berbeda pilihan. Sebab, kata Ibas, Demokrat merupakan partai yang demokratis. “Kami hanya bisa menyerukan, tetapi kalau memberikan punishment tidak bisa,” kata Ibas.
Sikap Demokrat ini disindir oleh Gerindra sebagai rekan satu koalisinya. Ketua DPP Partai Gerindra Sodik Mudjadhid menilai seharusnya Demokrat memerintahkan para kadernya bersikap sejalur dengan partai. “Sebaiknya kita konsisten, pilih presiden maka calegnya pun memilih presiden,” kata Sodik.
Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani mengklaim konsistensi tersebut dicontohkan oleh partainya. Menurut Muzani, tak ada toleransi bagi kader Gerindra jika tidak memilih Prabowo-Sandiaga dalam Pilpres 2019.
Hanya saja, Muzani tak bisa melarang sikap Demokrat yang membebaskan kadernya memilih kandidat Pilpres 2019. “Itu sepenuhnya tanggung jawab Demokrat,” kata Muzani.
Fokus Pemilihan Legislatif
Langkah Demokrat membebaskan kadernya menentukan pilihan kandidat dalam Pilpres tak lepas dari kepentingan mereka atas pemilihan legislatif. Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) Djayadi Hanan menilai pembebasan pilihan kandidat itu untuk menggalang suara di berbagai daerah pemilihan (dapil).
Jika berkukuh mendukung Prabowo-Sandiaga, padahal di dapil tersebut suara paling besar dimiliki Jokowi-Ma'ruf, hal itu tak akan menguntungkan Demokrat. Sebab, tidak semua pemilih Demokrat mendukung Prabowo-Sandiaga. “Pemilih Demokrat memang terbelah, ada yang dukung Jokowi, ada yang dukung Prabowo. Demokrat 'terpaksa' mengikuti pola di dapil,” kata Djayadi ketika dihubungi Katadata.co.id, Rabu (14/11).