Tebar Ketakutan, Prabowo Dinilai Ikuti Strategi Trump saat Pilpres AS
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menjadi perhatian publik karena dalam berbagai kesempatan kerap mengeluarkan kritik tajam kepada elite politik yang berkuasa saat ini. Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menilai Prabowo mengikuti strategi Donald Trump ketika berkampanye dalam Pilpres Amerika Serikat (AS) pada 2016.
Salah satunya Prabowo mengungkapkan ancaman dari pihak asing ke Indonesia, strategi yang ampuh digunakan Trump dengan menyebutkan AS sedang di bawah ancaman Tiongkok, Islam, dan tenaga kerja imigran dari Meksiko.
"Sebenarnya menurut saya ini agak mirip. Jadi yang disebarkan adalah pesimisme dan ketakutan," kata Qodari di Hotel Harris Suite FX Sudirman, Jakarta, Selasa (3/4).
Prabowo melancarkan berbagai kritikan tajam di berbagai kesempatan, setelah Gerindra mengunggah video yang berisi pidato Indonesia Bubar pada 2030 di media sosial pada pertengahan Maret lalu. Prabowo melanjutkan pernyataan yang keras dengan menyebut elite pemerintah saat ini penipu, bodoh, dan bermental maling.
Prabowo menyebutkan hal tersebut ketika berpidato di Gedung Serbaguna Istana Kana, Cikampek, Jawa Barat, Sabtu (31/3). Lontaran yang keras kembali disampaikan ketika menjadi juru kampanye pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu dalam Pilkada Jabar 2018 di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Minggu (1/4).
(Baca juga: PDIP Anggap Pidato Prabowo Dangkal soal Indonesia Bubar 2030)
Dalam pidatonya, Prabowo menyebut elite pemerintah, partai politik, pengusaha, hingga cendekiawan bertanggung jawab atas sistem perekonomian neoliberal yang ada di Indonesia. Dia bahkan menyebut kapok dengan elite-elite politik saat ini karena masalah tersebut.
Prabowo bahkan berkelakar menyesal tak jadi melakukan kudeta, sebagaimana tuduhan yang kerap dilayangkan kepadanya. Alasannya, dia prihatin dengan kondisi Indonesia saat ini.
"Terus terang saja dalam hati menyesal juga gue enggak kudeta dulu. Lihat negara kayak begini sekarang. Tapi saya buktikan bahwa saya percaya kepada demokrasi, saya percaya pada UUD 1945," kata Prabowo.
Lebih lanjut Qodari menyatakan Prabowo yang kerap mengkritik para elite politik hendak menunjukkan adanya kesenjangan di Indonesia. Strategi yang sama digunakan oleh Trump, selain menyebarkan ketakutan dan ancaman. "Strateginya itu mempertentangkan kalangan bawah dan kalangan atas," kata Qodari.
Qodari menilai, strategi Trump digunakan Prabowo karena terbukti berhasil memenangkan Pilpres AS. Alasannya, pesimisme dan ketakutan yang disampaikan ketika itu diterima oleh rakyat AS sehingga memilih Trump menjadi presiden.
"Jadi saya kira kalau ketakutan dan pesimisme ini dikembangkan, kemudian mempengaruhi mayoritas masyarakat Indonesia, maka kecenderungannya akan memilih Pak Prabowo, bukan Pak Jokowi," kata dia.
(Baca juga: Cemooh Drama Jokowi-SBY, Gerindra Upaya Dekati AHY).
Qodari menilai Prabowo memilih mengadopsi strategi ini karena ada kemiripan situasi antara AS dan Indonesia, di mana media sosial tengah menjadi tren di masyarakat. Selain itu, ketakutan dengan ancaman dari luar juga sama-sama merebak di kedua negara.
"Kalau di Amerika takut kepada Islam, kalau di Indonesia orang Islam takut sama Barat. Jadi ini sebenarnya saling takut-menakuti. Tinggal siapa yang pakai isu ini," ucapnya.
Sementara, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Muhammad Sarmuji menilai ucapan Prabowo dapat membuat masyarakat justru semakin resah. "Setiap pernyataan tokoh itu membawa pengaruh yang sangat besar ke grassroot. Membawa resonansi kepada iklim perpolitikan nasional," kata dia.
Adapun Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra Andre Rosiade ketika dihubungi Katadata.co.id menyatakan penilaian Qodari terlalu berlebihan. "Tidak benar Pak Prabowo berstrategi khusus mengikuti Trump, semua pidatonya adalah bentuk keprihatinan terhadap kehidupan bangsa Indonesia," kata Andre.
Andre mengatakan pidato Prabowo tidak berniat menyebat ketakutan atau pesimisme, juga tak bermaksud membenturkan kalangan atas dan bawah. "Itu semua ungkapan kewaspadaan dan keprihatinan dan memang mengejutkan bagi elite yang berkuasa," ujar Andre.
(Baca juga: Anies dan Gatot Kandidat Cawapres, Gerindra Pantau Elektabilitas)