Efek Media Sosial Jadi Fokus Utama Pertemuan Pendidikan Dunia di Qatar
Perkembangan teknologi dan media sosial menjadi tantangan baru yang dihadapi dunia pendidikan saat ini dan di masa depan. Hal ini menjadi pembahasan utama dalam forum pendidikan dunia World Innovation Summit for Education (WISE) 2017 di Doha, Qatar.
Saat membuka pertemuan dua tahunan ini, Chairperson Qatar Foundation, Sheikha Moza Bint Nasser menyatakan, dunia pendidikan menghadapi berbagai tantangan, mulai dari persoalan politik, perkembangan media, budaya dan teknologi. "Tantangannya semakin berat ketika retorika politik dimanipulasi secara berlebihan dan media membentuk realitas yang terdistorsi," katanya di Qatar National Convention Center (QNCC), Doha, Rabu (15/11).
Menurut Sheikha Moza, informasi yang disajikan media saat ini berupa kepalsuan yang menyamar sebagai cerita nyata dengan gambar yang menyerupai kebenaran. Alhasil, prinsip dan standar diskursus media pada umumnya telah dikalahkan.
Media sosial pun berubah menjadi wadah aktivitas terorganisir yang menyebarkan propaganda, rumor dan keinginan mengalihkan perhatian orang dari kenyataan dan kebenaran.
Sheikha Moza menuding, krisis Irak selama 13 tahun melalui cara-cara penipuan dan dalih yang dibuat untuk membenarkan invasi pada tahun 2003. Alih-alih menemukan senjata pemusnah massal, Irak malah hancur. “Sistem pendidikan Irak, salah satu yang terbaik di wilayah ini pada tahun 1990, hancur total.”
Menurut dia, praktik serupa terjadi di Yaman dan Qatar saat ini. Pemblokadean Qatar sejak 5 Juni lalu dengan menggunakan alasan yang dipaksakan.
Meski begitu, sistem pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai akan menanamkan pentingnya sebuah kebenaran ketimbang kepercayaan pribadi. Untuk memperkuat pendidikan, perlu melakukan reformasi pendidikan, seperti memasukkan media dan literasi informasi ke dalam kurikulum sekolah.
“Siswa akan diberdayakan untuk mengamati wacana media dan memeriksa retorika politik dengan perspektif yang kritis,” kata Sheikha Moza, yang merupakan Ratu Kerajaan Qatar tersebut.
Kolumnis dan jurnalis kawakan asal Amerika Serikat, Fareed Zakaria, lebih tegas mempersoalkan penyebaran informasi palsu melalui media sosial saat ini. “Sulit untuk menyeleksi kebenaran dari sebuah informasi saat ini. Apalagi jika informasi itu sudah viral di internet dan menjadi sensasional,” katanya.
Menurut pembawa acara di stasiun televisi CNN dan kolumnis Washington Post ini, kemajuan teknologi tidak hanya mendatangkan keuntungan tapi membawa efek negatif yaitu menyebarnya informasi palsu. Mengutip sebuah data, dia menyatakan, 42% informasi palsu di Amerika Serikat diakses melalui media sosial.
“Hanya satu solusi mengatasinya yaitu melalui pendidikan,” kata Fareed yang menulis buku berjudul “In Defence of A Liberal Education” pada dua tahun lalu tersebut. Salah satu contohnya adalah memberikan pengetahuan mengenai literasi media kepada para siswa.
Selain itu, menurut Fareed, sektor pendidikan juga menghadapi tantangan dari perkembangan teknologi. Pengembangan Artificial Intelligence (AI) telah menyebabkan banyak bidang pekerjaan di masa depan akan tergantikan oleh mesin.
Ia mencontohkan, kemampuan mesin dalam mendiagnosa penyakit seorang pasien sudah lebih baik dibandingkan seorang dokter. “Jika seperti itu, buat apa adanya dokter dan belajar ilmu kedokteran. Bagaimana pendidikan bisa menjawab persoalan-persoalan ini,” kata Fareed yang menjadi pembicara utama an pembuka WISE 2017 ini dengan membawakan tema “Education in The Post-Truth World”.
Berbagai topik yang dibahas dalam WISE 2017 ini memang menitikberatkan pada perkembangan teknologi dan literasi media yang membutuhkan reformasi sistem pendidikan selama ini. WISE yang diselenggarakan oleh Qatar Foundation dan dihadiri oleh sekitar 2.000 pemangku kepentingan di sektor pendidikan dari seluruh dunia ini, berlangsung selama dua hari yaitu 15-16 November 2017.