Patrialis Akbar Divonis 8 Tahun Penjara dan Denda Rp 300 Juta
Majelis hakim sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis mantan Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar pidana 8 tahun penjara. Patrialis juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 300 juta subsidair 3 bulan penjara.
Hakim juga mewajibkan Patrialis membayar uang pengganti sebesar Rp 4 juta dan US$ 10 ribu atau setara Rp 133,43 juta. Jika dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap ia tidak membayar uang pengganti, maka harta benda miliknya akan disita dan dilelang. Namun, apabila nilainya tidak cukup, akan diganti dengan pidana enam bulan penjara.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Patrialis Akbar secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Ketua Majelis Hakim Nawawi Pamulango di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (4/9).
(Baca juga: Sidik Suap Patrialis, KPK Gandeng Bea Cukai Telusuri Kartel Daging)
Selain itu, hakim juga memvonis Kamaludin yang didakwa menerima suap bersama Patrialis pidana 7 tahun penjara. Kamaludin juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 200 juta subsidair 2 bulan penjara.
Hakim juga mewajibkan Kamaludin membayar uang pengganti sebesar US$ 40 ribu atau setara Rp 533,72 juta. Jika dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap Kamaludin tidak membayar uang pengganti, maka harta benda miliknya akan disita dan dilelang. Namun, apabila nilainya tidak cukup, akan diganti dengan pidana enam bulan penjara.
Hakim menilai Patrialis dan Kamaludin menerima suap dari Direktur CV Sumber Laut Perkasa, Basuki Hariman dan stafnya, Ng Fenny. Patrialis terbukti menerima suap US$ 10 ribu dan Rp 4 juta, sementara Kamaludin dianggap menerima suap US$ 40 ribu.
Uang tersebut diberikan agar Patrialis membantu memenangkan uji materi putusan perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi atas UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dalam upaya untuk memengaruhi putusan uji materi, Basuki dan Fenny menggunakan Kamaludin yang dikenal dekat dengan Patrialis untuk memberikan suap.
(Baca juga: Jadi Hakim Konstitusi, Saldi Isra Lepas Jabatan Komut Semen Padang)
Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan penyerahan uang tersebut pertama kali dilakukan Basuki kepada Kamaludin di restoran Paul Pacific Place senilai US$ 20 ribu pada 22 September 2016. Kemudian, pemberian kembali dilakukan di restoran Hotel Oriental Jakarta sebesar US$ 10 ribu pada 13 Oktober 2016.
Basuki dan Fenny kemudian kembali memberikan uang melalui Kamaludin pada 23 Desember 2016 sebanyak 20 ribu dolar AS di area parkir Plaza Buaran. Sebanyak US$ 10 ribu yang didapatkan Kamaludin di area parkir Plaza Buaran lalu diantarkan ke kediaman Patrialis di Cipinang, jakarta.
Uang US$ 10 ribu tersebut digunakan untuk Patrialis berangkat umrah. Basuki melalui Kamaludin juga memberikan uang senilai Rp 4 juta untuk tiket pesawat Patrialis bermain golf di Batam.
Putusan tersebut lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK). JPU KPK sebelumnya menuntut Patrialis pidana 12,5 tahun penjara dan membayar denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan. Adapun, Kamaludin dituntut 8 tahun penjara dan membayar denda Rp 250 juta subsidair 3 bulan kurungan.
(Baca juga: MK: Impor Ternak Berbasis Zona Tetap Berlaku dengan Syarat Tertentu)
Dalam pertimbangan majelis hakim, hal yang memberatkan Patrialis yakni perbuatannya dinilai tak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Selain itu, perbuatan Patrialis juga dianggap telah mencederai Mahkamah Konstitusi.
Adapun hal yang meringankan dalam pertimbangan majelis hakim, Patrialis menunjukkan sikap sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum, dan memiliki tanggungan keluarga. Patrialis juga dianggap pernah berjasa dalam pengabdian kepada negara. "Salah satu di antaranya mendapatkan Satya Lencana," kata hakim.
Patrialis dan Kamaludin terbukti melanggar Pasal 12 huruf c jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Pasal 6 ayat 1 KUHP.
Patrialis dan Kamaludin mengatakan akan pikir-pikir terhadap putusan yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor. "Kami akan pikir-pikir lebih dahulu," kata Patrialis.
Hal yang sama juga disampaikan oleh tim JPU KPK. "Kami juga pikir-pikir," kata jaksa KPK Lie Putra Setiawan.