Indonesia Blokir Layanan Aplikasi Telegram
Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir layanan aplikasi percakapan Telegram di Indonesia. Pemerintah akan mengumumkan lebih lanjut keputusan pemblokiran aplikasi tersebut.
"Benar (pemblokiran aplikasi Telegram), nanti akan disampaikan keterangannya lebih lanjut," kata juru bicara Kemenkominfo Noor Iza lewat pesan singkat kepada Katadata, Jumat (14/7).
Berdasarkan pantauan Katadata, pemblokiran telah dilakukan oleh beberapa operator seperti Telkomsel, Indosat, dan XL. Pengguna tak lagi dapat mengakses alamat web.telegram.org. Saat membuka alamat tersebut, keluar keterangan: internal error - server connection terminated. Namun, saat ini aplikasi Telegram dapat diakses melalui perangkat mobile.
Hingga kini belum diketahui alasan pemerintah melakukan pemblokiran. Selama ini aplikasi Telegram kerap digunakan jaringan kelompok teroris dalam berkomunikasi, tidak hanya di Indonesia tapi di luar negeri. Telegram dimanfaatkan kelompok teroris karena memberikan fasilitas untuk saling menyampaikan pesan dalam jumlah besar dengan informasi yang telah dienkripsi.
(Baca: Antisipasi ISIS di Marawi, Indonesia Prakarsai Pertemuan Regional)
Polisi menemukan bukti penggunaan aplikasi Telegram dalam beberapa kasus terorisme di Indonesia. Salah satunya, pelaku jaringan bom panci di Bekasi pada 2016 lalu mendapatkan perintah membuat bom dari pimpinan Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) asal Indonesia, Bahrun Naim yang saat itu berada di Suriah.
Kelompok teroris internasional di Rusia pun menggunakan aplikasi Telegram dalam serangan 3 April 2017 di kereta api bawah tanah ST Petersburg. Para teroris menggunakan aplikasi Telegram sebelum melakukan serangan yang menyebabkan 15 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka.
Selain itu, pada November 2015 lalu Telegram pernah memblokir 78 jalur komunikasi terkait ISIS. Ini merupakan respons setelah terjadinya rangkaian terror di enam lokasi yang menewaskan lebih dari 120 orang di Paris, Prancis. Dalam pernyataan resminya, Telegram menyatakan pemblokiran dilakukan karena bahwa 78 jalur tersebut telah dimanfaatkan oleh ISIS untuk menyebar propaganda.
(Baca: Jokowi Bahas Terorisme dan Transparansi Keuangan di Forum G20)
Sebelumnya, pada September 2015 lalu, pendiri Telegram Pavel Durov dalam wawancara dengan TechCrunch mengakui bahwa ISIS menggunakan Telegram untuk berkoordinasi dan berkomunikasi.
Namun, Durov membantah jika dikatakan sengaja membantu, atau lebih jauh terlibat dalam aksi terorisme yang dilancarkan ISIS. "Kami tak berperan dalam aktivitas-aktivitas (teror) tersebut," kata dia.
Saat ditanyai bagaimana perasaannya kala mengetahui layanannya digunakan untuk memudahkan tindakan anti-kemanusiaan. Ia menyatakan, "Hak privasi lebih penting dari ketakutan kita akan hal-hal buruk yang bisa terjadi, seperti terorisme.”
Sebab, menurut Durov, tanpa Telegram pun, ISIS bakal menemukan cara lain untuk berkomunikasi. "Teknologi telah tersedia, semua terserah kita dalam menggunakannya," ujarnya.