Penyelesaian Sengketa Kecil Dipercepat untuk Permudah Usaha
Pemerintah berupaya meningkatkan investasi dengan cara memberikan berbagai kemudahan usaha. Selain memangkas birokrasi dan membangun infrastruktur, upaya kemudahan usaha dilakukan melalui percepatan proses penyelesaian sengketa terkait investasi. Dengan begitu, peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Bussines/EODB) bisa naik dari 91 saat ini menjadi 40 pada tahun 2019.
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN) / Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyatakan, waktu penyelesaian sengketa juga menjadi salah satu pertimbangan penanam modal dalam berinvestasi. Makanya, pemerintah juga menilai perlu ada upaya mendorong percepatan penyelesaian sengketa terkait usaha ataupun investasi di Indonesia.
"Penyelesaian sengketa-sengketa kecil harus dipercepat," katanya usai Rapat Koordinasi (Rakor) di Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (8/5).
Sedangkan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong menjelaskan, Mahkamah Agung (MA) saat ini sudah mencoba salah satu terobosan percepatan penyelesaian sengketa usaha. Caranya adalah pengajuan atau klaim yang sederhana.
"Jadi kalau sengketa ini sederhana, itu bisa diselesaikan melalui prosedur yang sangat cepat. Saya kira itu terobosan yang sangat dahsyat. Semoga bisa meningkatkan peringkat Indonesia di (salah satu) komponen EODB, yaitu penyelesaian sengketa," ujarnya.
Rapat koordinasi ini juga membahas rencana kedatangan tim dari Bank Dunia yang kembali melalukan survei terkait EODB. Tim ini nantinya akan mengkaji pemenuhan indikator-indikator EODB, termasuk mempelajari reformasi yang sudah dilakukan pemerintah selama setahun terakhir.
Rencananya, tim ini akan datang ke Jakarta dan Surabaya pada pekan depan. "Kami ingin memastikan, perbaikan apa saja yang sudah kami lakukan (kepada Bank Dunia). Jadi jangan sampai mereka salah mengerti atau kurang memahami," kata Lembong.
Selain Bambang dan Lembong, rakor ini juga dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Ia dampingi juga oleh Eselon I yakni Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada seluruh menteri dan kepala lembaga agar berfokus meningkatkan penilaian di setiap indikator kemudahan berbisnis terutama yang masih dinilai sangat buruk. Dari 10 indikator kemudahan berbisnis di Indonesia, enam di antaranya berada di luar peringkat 100.
Keenam indikator tersebut adalah urusan perpajakan, perdagangan lintas negara, kemudahan izin konstruksi, izin dan kepemilikan bangunan, proses memulai investasi, dan ketaatan pada kontrak.
Presiden juga meminta perbaikan dari sisi regulasi. Kementerian dan lembaga perlu memangkas kebijakan yang dinilai menghambat kemudahan berusaha. Menurut Jokowi, Indonesia harus menunjukkan reformasi yang lebih cepat dalam mewujudkan kemudahan berusaha dan berinvestasi.