Guru Bankir dan Penyelamat Garuda, Robby Djohan Tutup Usia
Robby Djohan, bekas Direktur Utama Bank Mandiri dan Garuda Indonesia, meninggal dunia sekitar pukul 2 siang, Jumat (13/5), di Rumah Sakit Puri Cinere, Depok, Jawa Barat. Pria yang berhasil membawa Garuda Indonesia ke luar dari ancaman kebangkutan pada tahun 1998 ini, tutup usia pada umur 78 tahun.
Ia juga dijuluki “guru” para bankir karena banyak melahirkan bankir papan atas di Indonesia. Tak heran, berita kematian Robby menuai tanggapan luas dari para bankir. Salah satunya dari Budi Gunadi Sadikin. Bekas Direktur Utama Bank Mandiri yang baru lengser dari jabatannya beberapa bulan lalu itu menuliskan pernyatan duka citanya di akun Twitter @BudiGSadikin. "Kehilangan seorang Guru, Kakak, dan senior Bankir dan Dirut Mandiri-2 #berduka"
Dengan karier panjang di perbankan selama sekitar 30 tahun, pria bernama panggilan “Rodjo” ini memang banyak melahirkan dan mengkader para bankir top hingga menduduki berbagai posisi puncak. Antara lain bekas Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI) dan Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono; bekas Direktur Utama Bank Mandiri dan Bank Permata Agus Martowardojo yang kini menjabat Gubernur Bank Indonesia; bekas Direktur Utama Bank CIMB Niaga dan Direktur Utama Telekomunikasi Indonesia (Telkom) Arwin Rasyid.
Ada pula bekas Wakil Direktur Utama Bank Danamon dan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar serta bekas Presiden Direktur Bank Niaga (kini Bank CIMB Niaga) Peter B. Stock.
Setelah sempat menjadi aktor dalam film “Djuara Sepatu Roda” pada 1958, nama Robby sebagai seorang bankir mulai dikenal ketika berkarier di Citibank pada akhir tahun 60-an. Ia merupakan orang Indonesia pertama di bank itu yang mengikuti Executive Development Program. Ini merupakan sebuah program pendidikan mencetak bankir dan eksekutif handal yang kemudian “dibawanya” ke Bank Niaga setelah selama 10 tahun berkarier di Citibank.
Lalu, selama 18 tahun memimpin Bank Niaga, pria kelahiran Semarang ini berhasil mengangkat bank yang awalnya tidak terkenal tersebut menjadi bank swasta nomor dua terbesar di Indonesia. Pada masa itulah, Robby berkesempatan mendidik dan mengkader para bankir yang di kemudian hari menjadi eksekutif puncak di berbagai bank dan perusahaan di Indonesia.
Kehandalannya dalam memimpin dan membesarkan perusahaan itulah yang mengantarkan Robby menjadi Direktur Utama Garuda pada Februari 1998. Kala itu, Menteri BUMN Tanri Abeng menunjuk Robby untuk menyelematkan maskapai penerbangan nasional tersebut dari ancaman kebangkrutan. Tak sampai setahun memimpin Garuda, dia berhasil merestrukturisasi dan meminta penjadwalan ulang utang perusahaan senilai ratusan juta dolar AS kepada para kreditor asing.
Setelah menyelamatkan Garuda, Robby didapuk Tanri menjadi Direktur Utama Bank Mandiri pada November 1998. Ia lah yang membidani dan memimpin masa-masa awal berdirinya Bank Mandiri sebagai buah hasil merger empat bank yang kebanyakan tengah “sakit”: Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia, dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo).
Dalam sebuah wawancara dengan detik.com, Tanri pernah menjelaskan upayanya membujuk Robby untuk pindah dari Garuda ke Bank Mandiri. Dari target selama dua tahun, Robby berhasil merampungkan proses merger hanya dalam kurun delapan bulan yaitu pada Juli 1999. Pada Mei 2000, Robby meninggalkan Bank Mandiri.
Meski tak lagi menjabat sebagai bos perusahaan besar, pengalaman dan pandangan Robby sebagai seorang bankir kawakan dan pemimpin spesialis transformasi bisnis, kerap dijadikan ajuan para eksekutif di Indonesia. Ia juga telah meluncurkan buku berjudul “The Art of Turn Around, Kiat Restrukturisasi”, yang merupakan perpaduan antara biografi dan sejumlah kiat bisnis selama memimpin banyak perusahaan.
Sebelum meninggal dunia, Robby juga menjadi tenaga pengajar di program pascasarjana Universitas Indonesia.