KEN Rekomendasikan Pencabutan Aturan Cost Recovery dan PPh Hulu Migas

Yura Syahrul
6 Oktober 2015, 18:44
PetroChina International Jabung
KATADATA
Salah satu wilayah kerja migas di Indonesia.

KATADATA - Komite Eksplorasi Nasional (KEN) merekomendasikan kepada pemerintah untuk mencabut Peraturan Pemerintah ( PP) No. 79 Tahun 2010 tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan (PPh) di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi (migas). Sebab, beleid itu kontraproduktif terhadap kegiatan eksplorasi migas sehingga ujung-ujungnya bisa menghambat keinginan pemerintah untuk memacu produksi migas di masa depan.

“PP No.79 tahun 2010 menjadi sebuah momok investasi eksplorasi migas di Indonesia,” kata Ketua KEN Andang Bachtiar dalam siaran pers KEN, Selasa (6/10).

Menurut dia, aturan biaya operasi yang dapat dikembalikan alias recoverable costs dan PPh hulu migas telah membatasi ruang gerak pemerintah untuk membuat kontrak berdasarkan wilayah kerja yang akan menunjang kegiatan eksplorasi secara masif di Indonesia. Alhasil, daya tarik eksplorasi migas di Indonesia berkurang di mata para kontraktor migas. Ujung-ujungnya, pemerintah kesulitan menemukan cadangan-cadangan baru dan meningkatkan produksi migas.

Sekadar informasi, Pasal 12 dalam PP No.79 tahun 2010 memuat sejumlah persyaratan biaya operasi yang dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan PPh. Sedangkan Pasal 13 memuat jenis biaya operasi yang tidak dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan pajak penghasilan.

Andang menambahkan, klausul dalam PP No. 79 tahun 2010 tersebut sebenarnya sudah diatur di bawah kewenangan SKK Migas. Tak cuma itu, beleid tersebut juga menghilangkan prinsip assume and discharge yang merupakan ciri khas dari sistem kontrak bagi hasil atau production sharing contract (PSC). Padahal, prinsip biaya yang bisa langsung diklaim (reimburse) tanpa melalui mekanisme cost recovery itu selama ini menjadi daya tarik sistem PSC bagi investor.

Di sisi lain, PP No.79 tahun 2010 ini berpotensi menimbulkan gugatan ke arbitrase internasional terhadap pemerintah atas dasar pelanggaran Bilateral Investment Treaty. “Sebab sebagaian ketentuan dan penerapan PP No. 79 tahun 2010 itu bertentangan dengan kontrak PSC,” kata Andang.

Di tempat terpisah, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mempertanyakan rekomendasi KEN berupa pencabutan PP Nomor 79 tahun 2010 tentang cost recovery tersebut. Sebab, rezim migas di Indonesia hingga saat ini masih menganut sistem kontrak bagi hasil (PSC). "Penggantinya apa," kata dia di Gedung DPR, Jakarta.

Selain pencabutan PP tentang cost recovery dan PPh hulu migas, KEN merekomendasikan perizinan satu atap, satu pintu, satu meja untuk menggenjot eksplorasi migas. Pasalnya, selama ini ada kerumitan jenis dan proses perizinan migas yang memerlukan waktu lama dan biaya yang besar. Ke depan, seluruh perizinan dapat diproses dan dikendalikan dari dan oleh pemerintah sendiri.

Andang mencontohkan, penawaran terbaru tender blok migas secara online. Kalau sudah terpilih pemenang lelang maka penandatanganan kontrak hanya akan dilakukan setelah rampungnya sejumlah urusan. Mulai dari tumpang tindih lahan, izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH), izin lingkungan, izin prinsip hingga izin lokasi di daerah.

“Tumpang tindih regulasi dalam wilayah kerja sudah dituntaskan sepenuhnya (clear and clean) oleh pemerintah melalui Ditjen Migas. Jadi, bukan oleh kontraktor migas,” kata Andang. Dengan begitu, setelah penandatanganan kontrak kerjasama migas, kontrak bisa langsung bekerja.

Rekomendasi yang disampaikan oleh KEN ini sejalan dengan amanat yang diembannya. Dibentuk pada 12 Juni lalu, KEN mengemban tanggung jawab untuk meningkatkan rasio pengganti cadangan migas terhadap produksi atau Reserve Replacement Ratio (RRR) sebesar lebih 75 persen dalam lima tahun ke depan. Caranya dengan menemukan cadangan-cadangan migas baru dan mempercepat proses penemuan cadangan migas yang semula 6-10 tahun menjadi 3-5 tahun.

Reporter: Anggita Rezki Amelia
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...