Neraca Perdagangan Defisit, Rupiah Kian Terpuruk
KATADATA ? Kenaikan harga BBM bersubsidi sudah sangat mendesak," ujar Menteri Keuangan Chatib Basri di gedung DPR, pada Senin, 3 Juni 2013. Menurut dia, neraca perdagangan kembali mengalami defisit hingga US$ 1,62 miliar pada April 2013. Ini disebabkan oleh kenaikan impor migas sebesar 9,5 persen dari US$ 3,6 miliar pada Maret menjadi US$ 3,9 miliar pada April 2013.
Defisit neraca perdagangan kali ini memang menghantui pemerintah karena tren dan perkembangannya semakin membahayakan perekonomian nasional. Defisit ini terjadi di tengah kondisi ekonomi global sedang terbelenggu oleh krisis dan sulit diprediksi kapan akan berakhir.
Apalagi, pada 2012, untuk pertama kalinya neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit dalam sejarah Indonesia sejak 1961. Terakhir kali, neraca perdagangan defisit atau nilai impor melebihi nilai ekspor terjadi 50 tahun silam.
Menurut data Badan Pusat Statistik, neraca perdagangan Indonesia pada 2012 mengalami defisit sebesar US$ 1,7 miliar. Salah satu penyebab utama adalah defisit di sektor migas yang mencapai US$ 5,6 miliar. Defisit terjadi lantaran nilai ekspor migas mencapai US$ 37 miliar, sedangkan nilai impor migas mencapai US$ 42,6 miliar.
Defisit neraca perdagangan di sektor migas mulai terjadi sejak 2008 dan berlanjut hingga saat ini. Ini seiring dengan pembengkakan impor migas dipicu oleh pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk serta jumlah kendaraan bermotor yang meningkat tajam.
Selain menimbulkan defisit neraca perdagangan dan defisit anggaran, ketidakpastian pemerintah dalam menaikkan harga BBM subsidi telah menimbulkan tekanan terhadap kurs rupiah. Bahkan, dari data perkembangan kurs rupiah terlihat bahwa tekanan sudah terjadi sejak lebih dari satu tahun terakhir.
Pada Maret 2012, saat pemerintah berniat menaikkan harga BBM, kurs rupiah masih di kisaran 9.100-9.200 per dolar AS. Namun, rencana pemerintah tersebut ditolak oleh DPR sehingga harga BBM batal dinaikkan. Pembatalan itu berdampak pada semakin beratnya neraca pembayaran Indonesia akibat impor BBM yang semakin meningkat. Kurs rupiah terkena imbasnya sehingga menunjukkan semakin terpuruk hingga melampaui 9.600 per dolar AS pada akhir Desember 2012.
Pada 2013, ketidakpastian soal kenaikan harga BBM semakin terasa dampaknya bagi nilai tukar rupiah. Bahkan, kalangan pelaku pasar sudah memprediksikan bahwa kurs rupiah akan semakin terpuruk. Itu terlihat dari transaksi mata uang rupiah di pasar forward, yakni transaksi jual beli untuk masa yang akan datang. Di pasar forward, kurs rupiah sudah diperdagangkan hingga melebihi angka 10.000 per dolar AS.