Pertamina Rugi Rp 5,7 T dari Bisnis Elpiji 12 Kg
KATADATA ? PT Pertamina mengklaim total kerugian yang diakibatkan bisnis elpiji 12 kilogram (kg) mencapai Rp 22 triliun selama periode 2008-2013. Kerugian disebabkan harga jual elpiji 12 kg selalu di bawah harga produksi.
?Padahal elpiji 12 kg tidak disubsidi,? kata Hanung Budya, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Senin (20/1).
Dia menjelaskan, setiap tahunnya kerugian dari sektor ini menunjukkan tren yang meningkat. Pada 2013, diperkirakan kerugian Pertamina dari bisnis elpiji 12 kg mencapai Rp 5,7 triliun.
Namun kerugian ini berpotensi bertambah apabila realisasi nilai tukar rupiah mencapai di atas Rp 11.000 per dolar Amerika Serikat (AS). ?Kerugian bisa di atas Rp 6 triliun,? ujarnya.
Hanung menambahkan, selama 2013 harga jual rata-rata elpiji 12 kg sebesar Rp 4.944 per kg. Padahal, harga produksinya mencapai Rp 10.785 per kg, sehingga kerugian yang ditanggung Pertamina Rp 5.841 per kg.
?Kita sudah menyampaikan permohonan izin agar harga dinaikkan. Harga 12 kg akan memberikan keuntungan bila dinaikkan sampai Rp 6.000 per kg,? kata dia.
Menurutnya, kenaikan harga elpiji 12 kg merupakan kewajaran karena terakhir kali Pertamina menaikkan harganya pada 2009. Saat itu harga CP Aramco sebesar US$ 515 per metrik ton. ?Sementara rata-rata CP Aramco selama 2013 adalah US$ 873 per metrik ton,? ujanya.
Di samping itu, dia menambahkan, total konsumsi elpiji 12 kg dan 50 kg yang tidak disubsidi hanya sekitar 21 persen dari total konsumsi elpiji domestik sebesar 5,6 juta metrik ton. Kira-kira yang nonsubsidi sekitar 1,2 juta metrik ton, sisanya yang disubsidi elpiji 3 kg.?
Karen Agustiawan, Direktur Utama Pertamina, meminta Komisi VII DPR dan pemerintah juga membuat kebijakan terkait elpiji 12 kg. Hal ini untuk memberikan kejelasan bagi Pertamina, terutama supaya tidak disebut merugikan negara. ?Ini memang kami ingin solusi terbaik. Kami tidak punya payung hukum supaya jual subsidi,? kata dia.
