September Deflasi, BI Tak Perlu Naikkan Suku Bunga

Image title
Oleh
3 Oktober 2013, 00:00
765.jpg
KATADATA | Arief Kamaludin
Wisatawan memilih souvenir yang di jual di pasar Sukawati 3, Bali.

KATADATA ? Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada September 2013 terjadi deflasi sebesar 0,35 persen. Dengan demikian tingkat inflasi tahun kalender (Januari-September) sebesar 7,57 persen dan inflasi year on year sebesar 8,4 persen. Kami melihat angka deflasi tersebut tak terduga.

Angka deflasi tersebut terjadi lantaran tekanan inflasi berkurang akibat dampak dari kenaikan harga BBM mulai menurun setelah Lebaran. Penurunan tajam harga terlihat pada sembako sekitar 2,88 persen MoM, yang memberikan kontribusi sekitar 217 persen untuk keseluruhan inflasi. Sembako meliputi bawang, cabai, dan telur. Selain dipengaruhi oleh penurunan harga makanan, deflasi juga disumbang oleh penurunan biaya transportasi antar kota dan transportasi udara, setelah musim liburan berakhir.

Deflasi September 2013

Di sisi lain, untuk periode tahunan, angka inflasi tergolong meningkat moderat menjadi 4,72 persen YoY vs 4,48 persen YoY pada Agustus. Faktor lain yang mempunyai pengaruh besar pada angka inflasi adalah kenaikan harga emas perhiasan yang mengikuti peningkatan harga emas di pasar global serta imbas dari pelemahan nilai tukar rupiah. Biaya kuliah yang lebih tinggi dan sewa perumahan juga berkontribusi pada inflasi.

Akan halnya, neraca perdagangan tiba-tiba positif, mengalami surplus meskipun sebagian besar disebabkan oleh impor yang menurun. Setelah mengalami defisit perdagangan selama empat bulan berturut-turut (memuncak pada Juli di US$ 2,3 miliar), neraca perdagangan mencatat surplus kecil senilai US$ 132 juta pada Agustus, lebih baik daripada perkiraan kami.

Ekspor terus menurun sebesar -6.3 persen YoY, sementara impor mengalami penurunan sebesar -5.7 persen YoY (dari sebelumnya 6,5 persen YoY). Melemahnya nilai tukar rupiah dan melambatnya pertumbuhan ekonomi juga berpengaruh terhadap penurunan impor. Selain itu, penurunan impor minyak juga dipengaruhi oleh kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Neraca Perdagangan Surplus September 2013

Namun demikian, surplus perdagangan pada September terutama disebabkan oleh nonminyak. Penurunan tajam dalam impor nonmigas merupakan pendorong utama yang mampu mengimbangi ekspor nonmigas. Melemahnya permintaan serta rendahnya harga komoditas tetap menjadi masalah, seperti terlihat dari penurunan ekspor ke sejumlah negara tujuan utama.

Di sisi lain, defisit perdagangan minyak dan gas mulai menipis. Ekspor minyak dan gas meningkat dari sisi volume dan nilai lantaran didukung oleh kenaikan harga minyak pada bulan Agustus. Ekspor minyak olahan meningkat paling tinggi, meningkat sebesar 32 persen MoM. Sementara itu, impor minyak dan produk minyak mengalami penurunan karena kenaikan harga BBM yang seharusnya membawa dampak ke penurunan untuk konsumsi minyak saat ini.

Kami memperkirakan akan terjadi penurunan lanjutan pada impor karena perlambatan laju ekonomi, pelemahan mata uang dan berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan BI. Pada September, impor menurun di seluruh papan dengan barang barang konsumsi yang tercatat mengalami penurunan terbesar. Impor bahan baku dan barang modal juga menurun dalam jumlah signifikan karena beberapa perusahaan mulai menurunkan ekspansi.

Implikasi Kebijakan

Data yang dirilis BPS tersebut akan memberikan sentimen positif terhadap pasar, terutama pada nilai tukar rupiah. Terjadinya surplus perdagangan pada Agustus juga berdampak pada mengurangi kekhawatiran atas defisit transaksi berjalan pada kuartal ketiga yang akan diumumkan pada November. Karena itu kami mempertahankan perkiraan kami terhadap nilai tukar rupiah sebesar Rp 10.714 per dolar AS pada akhir tahun.

Dengan terjadinya deflasi pada September, perkiraan inflasi pada akhir tahun juga akan lebih kecil dari perkiraan pemerintah/BI atau konsensus pasar. Kemungkinan besar, inflasi akhir tahun juga akan mendekati angka perkiraan kami sebesar 8,7 persen YoY. Karena pertumbuhan ekonomi melambat dan tekanan impor mulai mereda, kami tidak melihat alasan bagi BI untuk menaikkan suku bunga acuan hingga akhir tahun.

Artikel ini disarikan dari Indonesia Economic Briefing dari tim ekonom Bank Danamon yang diterima Katadata.

Editor: Arsip
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...