BNPB Prediksi PSBB Masih Berlangsung hingga Juni 2020
Puncak pandemi virus corona diprediksi terjadi pada akhir Mei hingga awal Juni 2o20. Badan Nasional Penanggulangan Bencana pun memperkirakan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di sejumlah daerah akan berlangsung hingga Juni 2020.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Agus Wibowo menjelaskan, PSBB tidak akan dihentikan setelah Indonesia melewati puncak dari penyebaran corona. Ini lantaran penyebaran masih berpotensi terjadi meski sudah mulai mengalami penurunan.
"Kalau disampaikan Mei atau Juni puncak penyebaran corona, berarti PSBB sampai Mei plus beberapa minggu ke depan, supaya pasti turun kurvanya," kata Agus melalui video conference, Rabu (22/4).
Agus meyakini penerapan PSBB akan membuat puncak kurva dari penyebaran corona melandai. Meski demikian, efektivitas penerapan PSBB tak dapat hanya bergantung pada pemerintah. Perlu disiplin kolektif dari masyarakat agar penerapan PSBB efektif.
(Baca: Singapura Jadi Negara Pertama di ASEAN yang Capai 10 Ribu Kasus Corona)
"Kami harapkan dari seluruh pihak, baik dari sisi pemerintah atau masyarakat untuk selalu disiplin, sehingga tetap bisa di rumah," kata Agus.
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Daeng M Faqih meminta pemerintah mendorong disiplin masyarakat dalam penerapan PSBB. Masyarakat belum sepenuhnya memahami pentingnya pencegahan corona.
Mengacu pada hasil survei KedaiKOPI, hanya 32,6% warga Jabodetabek yang menganggap rajin cuci tangan penting dalam mengantisipasi penyebaran corona. Hanya 25,7% warga Jabodetabek yang menganggap berkegiatan di rumah saja penting memutus rantai penularan virus tersebut.
Penggunaan masker dalam mencegah corona juga hanya dianggap penting oleh 25,4% warga Jabodetabek. Bahkan hanya 12,3% warga yang menilai penting untuk menjaga jarak.
"Sedih sekali kalau PSBB hanya diserahkan kepada kesadaran masyarakat. PSBB harus dengan pendisiplinan," kata Daeng.
(Baca: BNPB Sebut 43 Persen Penderita Covid-19 Tanpa Gejala)
Lebih lanjut, Daeng menilai pemerintah harus memperbanyak pemeriksaan melalui metode polymerase chain reaction atau PCR. Dia meyakini kurva penyebaran corona akan melandai jika pemeriksaan PCR dapat dilakukan secara masif.
"Dengan pengetesan, kita akan dapat data dan bisa menentukan mana yang harus diisolasi, baik mandiri atau di rumah sakit," kata Daeng.
Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mendukung agar pemeriksaan corona dengan metode PCR diperbanyak dan dipercepat. Namun, pemerintah harus menyiapkan anggaran yang cukup besar lantaran satu kali tes PCR memakan biaya Rp 400 ribu.
Jika tes PCR dilakukan dalam jangka waktu 100 hari, maka anggaran yang perlu dikeluarkan pemerintah ditaksir mencapai Rp 400 miliar.
Total kasus virus corona di Indonesia mencapai 7.418 kasus hingga Rabu (22/4). Dari jumlah tersebut, 913 orang di antaranya telah dinyatakan sembuh, 635 orang meninggal dunia, dan sisanya masih menjalani perawatan. Detail perkembangan kasus dapat dilihat dalam databoks di bawah ini.