Jubir Covid-19 Minta Istilah Normal Baru Tidak Dipersoalkan
Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona atau Covid-19 Achmad Yurianto, meminta masyarakat tidak meributkan istilah kenormalan baru atau new normal.
Menurutnya, apapun istilah yang diberikan untuk fase ini, pemerintah ingin masyarakat mengubah gaya hidup dengan mengacu pada protokol kesehatan. Yurianto menekankan, penerapan protokol diperlukan, agar masyarakat tak hanya produktif, tetapi juga tetap sehat dan tidak tertular virus corona.
“Ini yang kemudian bisa dilakukan masyarakat, apapun istilahnya,” kata Yurianto dalam diskusi virtual, Selasa (23/6).
Ia menambahkan, sudah banyak masyarakat yang menginginkan untuk bisa kembali beraktivitas pada saat ini. Pasalnya, masyarakat harus tetap memenuhi kebutuhan hidupnya.
Walau demikian, pemerintah tak bisa membolehkan masyarakat untuk kembali beraktivitas begitu saja. Sebab, penyebaran Covid-19 masih terjadi di Indonesia.
Jika masyarakat langsung dibiarkan kembali beraktivitas seperti biasa, maka mereka akan mudah tertular Covid-19. Atas dasar itu, masyarakat harus bisa menerapkan protokol kesehatan ketika beraktivitas kembali.
(Baca: Usai Uji 17.908 Spesimen, Kasus Corona RI Bertambah 1.051 Orang)
“Kita harus ubah yang dulu kita anggap biasa, menjadi normal baru. Mislanya, bertemu tidak harus menjabat tangan, kemudian menjaga jarak, serta tetap gunakan masker, atau berinteraksi dengan cara yang kita lakukan sekarang, menggunakan media daring,” ujarnya.
Yurianto mengakui, bahwa sosialisasi soal kenormalan baru ini tidak mudah. Pemerintah, lanjutnya, tidak bisa menyosialisasikan kenormalan baru hanya dengan kebijakan tunggal.
Alasannya, karakteristik masyarakat di berbagai daerah Indonesia berbeda-beda. Selain itu, ancaman epidemiologi di setiap daerah pun tidak sama.
Oleh karena itu, ia meminta agar upaya menuju tatanan normal baru ini tak hanya bergantung pada pemerintah. Melainkan juga dari masyarakat, dimulai dari lingkup yang terkecil, yakni keluarga.
“Tidak bisa lagi mengatakan pemerintah sebagai tokoh. Tokoh terkecil dari masyarakat kita adalah kepala keluarga,” kata dia.
(Baca: Bayang-Bayang Resesi di Sejumlah Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI)