Amnesty Catat 60 Dokter RI Meninggal Akibat Corona, Kompensasi Disorot

Dimas Jarot Bayu
15 Juli 2020, 18:19
dokter meninggal, amnesty, upah, kompensasi
ANTARA FOTO/Maulana Surya/aww.
Dokter memakai alat pelindung diri (APD) level III (tiga) saat memeriksa kesehatan gigi pasien di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Soelastri, Solo, Jawa Tengah, Kamis (11/6/2020).

Amnesty International melaporkan sebanyak 89 tenaga kesehatan di Indonesia meninggal akibat virus corona atau Covid-19 hingga 13 Juli 2020. Perinciannya terdiri dari 60 dokter, 23 perawat, dan enam dokter gigi meninggal dunia karena penyakit pernafasan tersebut.

Sementara itu, ada 878 dokter dan perawat di seluruh Indonesia yang terinfeksi virus mematikan tersebut. "Jumlah ini kemungkinan besar meningkat mengingat insiden meninggalnya tiga dokter di Pulau Jawa akibat terpapar Covid-19 sepekan terakhir," tulis Amnesty dalam laporannya yang dikutip pada Rabu (15/7).

Data tersebut merupakan bagian dari laporan internasional yang mencatat lebih dari 3.000 pekerja kesehatan yang meninggal akibat corona.

(Baca: Kasus Corona RI Meningkat 1.522 Orang, Terbanyak Berasal dari Jateng)

Amnesty juga melaporkan para tenaga kesehatan di Indonesia menerima stigma negatif hingga tindakan kekerasan karena pekerjaan mereka. Berdasarkan data Amnesty hingga 2 Juni 2020, ada 15 kasus diskriminasi dengan 214 korban tenaga kesehatan di Indonesia.

Perinciannya, delapan kasus pengusiran tenaga kesehatan dari indekosnya, satu kasus penolakan pemakaman jenazah perawat, tiga kasus pemberian stigma negatif. Kemudian, tiga kasus kekerasan dan dua kasus pemecatan terhadap tenaga kesehatan.

Selain itu, Amnesty melaporkan persoalan kurangnya alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan di hampir seluruh 63 negara yang disurveinya. Bahkan, seorang dokter yang bekerja di Meksiko mengatakan harus menghabiskan sekitar 12% dari gaji bulanannya untuk membeli APD.

(Baca juga: Serapan Anggaran Covid-19 Rendah, Terawan: Berarti Pasien Sedikit)

Kasus kekurangan APD ini diperparah adanya pembatasan perdagangan oleh sejumlah negara. Amnesty mencatat ada 56 negara dan dua blok dagang, yakni Uni Eropa dan Uni Ekonomi Eurasia yang telah memberlakukan pelarangan dan pembatasan ekspor APD.

"Pembatasan perdagangan berisiko makin memperburuk kurangnya APD di negara-negara yang bergantung pada impor. Padahal, pandemi COVID-19 adalah masalah global yang membutuhkan kerja sama global,” kata peneliti dan penasihat tentang hak ekonomi, sosial, dan budaya Amnesty International, Sanhita Ambast.

Upah dan Kompensasi untuk Tenaga Kesehatan

Amnesty juga melaporkan adanya respons negatif dari pemerintah di berbagai negara terhadap aksi protes yang disampaikan tenaga kesehatan. Ada tenaga kesehatan yang ditahan sewenang-wenang hingga dipecat dari pekerjaanya. Hal itu sebagaimana terjadi di Mesir, Malaysia, dan Amerika Serikat.

Kemudian, Amnesty juga melaporkan masalah upah para tenaga kesehatan yang tidak layak ketika menangani pandemi corona. Di Sudan Selatan, misalnya, ada dokter yang belum menerima upah sama sekali sejak Februari 2020.

Di Guatemala, ada 46 staf di fasilitas kesehatan yang tak dibayar selama 2,5 bulan bekerja di rumah sakit rujukan corona. Di beberapa negara lain, para tenaga kesehatan tidak mendapatkan tunjangan tambahan ketika merawat pasien corona.

(Baca: Cetak Rekor Baru, Angka Kematian Pasien Corona RI Melonjak 87 Orang)

Atas sejumlah persoalan tersebut, Amnesty mendesak semua negara yang terdampak corona bisa membuat tinjauan publik yang transparan dan independen terhadap kesiapan dan strategi mereka menghadapi pandemi ini. "Segala strategi yang dilakukan harus tetap melindungi dan menjunjung hak asasi manusia,” kata Sanhita.

Peninjauan tersebut juga harus mencakup pertimbangan apakah hak kesehatan para tenaga kesehatan benar-benar dijamin dan dilindungi. Negara juga harus memberikan kompensasi yang layak untuk semua tenaga kesehatan.

Selain itu, negara harus bisa menyelidiki kasus-kasus di mana tenaga kesehatan dikriminalisasi. "Serta harus menyediakan skema pemulihan bagi mereka yang telah diperlakukan secara tidak adil, termasuk dengan cara kembali mempekerjakan mereka," kata Sanhita.

(Baca: Respons WHO, Pemerintah Waspadai Penularan Corona di Ruang Tertutup)

Reporter: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...