Protokol Kesehatan di Pasar Tradisional Harus dengan Pengawasan Ketat
Pandemi Covid-19 dibarengi dengan kemuculan klaster baru penularan, salah satunya pasar tradisional. Kondisi ini berlangsung terutama setelah beberapa daerah melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Salah satu penyebab lantaran pasar tidak ditata agar bisa menerapkan protokol kesehatan secara optimal.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) sekaligus Direktur Kampanye Gerakan Pakai Masker (GPM) Y. Joko Setiyanto membenarkan, pasar tradisional menjadi salah satu klaster penyebaran Covid-19 sebab infrastrukturnya tidak didesain adaptif terhadap pandemi virus.
“Setiap pasar pendekatannya (kampanye pakai masker) berbeda-beda. Bagaimanapun, pasar tetap harus hadir di tengah masyarakat tetapi perlu lebih disiplin menerapkan protokol kesehatan. Kalau pasar sampai tutup, rentetannya terlalu luas,” katanya dalam webinar Katadata Forum Virtual Series bertajuk Tetap Pakai Masker di Pasar Tradisional, Jumat (2/10/2020).
Berdasarkan survei BPS diketahui bahwa masih ada pasar tradisional yang tidak menerapkan protokol kesehatan secara benar, terutama menggunakan masker dan mencuci tangan dengan sabun. Sebanyak 17,32 persen responden mengaku, pasar tradisional/pedagang kaki lima yang dikunjunginya tidak menerapkan protokol kesehatan sama sekali.
Saat ini, ada lebih dari 13.000 pasar tradisional yang tersebar di seluruh Indonesia dan menampung lebih dari 12 juta pedagang. Terkait penyebaran Covid-19 di pasar, Ikatan Pedagang Pasar Tradisional Indonesia mencatat sebanyak 573 pedagang terinfeksi virus corona.
“Di dalam kondisi ini, kita butuh contoh dan ketagasan dari pemangku kewenangan seperti kepala daerah. Bagaimana untuk mendorong agar kampanye memakai masker dan menjaga jarak jadi gaya hidup,” tutur Joko Setiyanto.
Beberapa pasar yang menjadi klaster penyebaran Covid-19 tertinggi adalah pasar Raya Padang di Sumatera Barat, Jakarta dan Palangkaraya. Oleh karena itu, pemerintah daerah diminta rutin melakukan pemeriksaan di pasar-pasar tradisional dan memantau kepatuhan protokol kesehatan kepada pedagang maupun pembeli di pasar tradisional.
Sementara itu, Peneliti Psikologi Sosial Fakultas Psikologi UI Dicky Pelupessy menjelaskan, terdapat sejumlah alasan yang melatarbelakangi pedagang pasar tak taat protokol kesehatan. Alasan utama lantaran, misalnya mengenakan masker, menimbulkan ketidaknyamanan bagi mereka.
“Misalnya, terutama pedagang yang kiosnya di basement, merasa sangat tidak nyaman bernapas jika mengenakan masker apalagi ditambah face shield. Mereka juga merasa tidak nyaman saat berkomunikasi dengan orang lain terutama pembeli,” tutur Dicky.
Oleh karena itu, kampanye protokol kesehatan selama pandemi Covid-19 perlu dijadikan norma bersama. Dengan begini semua orang di pasar tradisional berkesadaran untuk adaptasi dengan kondisi yang ada, salah satunya dengan memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
Adapun, salah satu wilayah yang terbilang cakap dalam menerapkan protokol kesehatan Covid-19 adalah Salatiga. Kusumo Aji selaku Kepala Dinas Perdagangan Kota Salatiga menuturkan, pihaknya memberlakukan aturan tegas berupa jaga jarak antarpedagang pasar. Pedagang pasar tradisional wajib mengenakan masker atau mereka dilarang berjualan, begitu pula dengan pembeli.
“Kami atur jarak pedagang 1,5 meter sampai 2 metar antarpedagang satu dengan yang lain. Kami mulai ini sejak April 2020, sembari mewajibkan mereka semua memakai masker dan cuci tangan. Ini terus kami gaungkan. Sejauh ini belum terdeteksi ada pedagang pasar yang terinfeksi,” kata Kusumo.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) sekaligus Direktur Kampanye Gerakan Pakai Masker (GPM) Y. Joko Setiyanto membenarkan, pasar tradisional menjadi salah satu klaster penyebaran Covid-19 sebab infrastrukturnya tidak didesain adaptif terhadap pandemi virus. Ini membuat sulit menerapkan Gerakan 3M yaitu mencuci tangan, menjaga jarak dan memakai masker.