Uji Diagnostik Alat Deteksi Cepat Covid-19 UGM Terhambat Administrasi
Produksi alat pendeteksi Covid-19 melalui embusan napas bernama GeNose terkendala syarat administrasi atau uji dignostik di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Kementerian Kesehatan. Padahal, alat hasil pengembangan peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) ini semula diperkirakan bisa digunakan pada Desember 2020.
Ketua Tim Pengembangan Genose UGM, Kuwat Triyono mengatakan pihaknya sudah menjalankan tahapan prosedur pengujian alat kesehatan.
Mengutip situs ugm.ac.id, uji profiling (kalibrasi) GeNose sudah dilakukan dengan menggunakan 600 sampel data valid di Rumah Sakit Bhayangkara dan Rumah Sakit Lapangan Khusus Covid Bambanglipuro di Yogyakarta.
Hasilnya menunjukkan tingkat akurasi tinggi, mencapai 97%. Selanjutnya, GeNose memasuki tahap uji diagnostik (uji klinis) yang akan dilakukan secara bertahap dan tersebar di sejumlah rumah sakit di Indonesia.
Untuk memasuki tahap uji diagnostik ini pihaknya terkendala persyaratan administratif. "Kami dan tim merasa terkunci. Uji diagnostik sudah siap, rumah sakit siap, tapi kami terbentur syarat administrasi uji diagnostik di BPFK," kata Ketua Tim Pengembangan GeNose UGM, Kuwat Triyono dalam diskusi virtual, Sabtu (3/10).
Sehingga, bila uji diagnostik belum dilakukan, maka alat belum dinyatakan valid dan bisa digunakan. Dia berharap, proses pengujian ini bisa dipercepat.
Berbeda dengan obat yang harus diuji dengan ketat dan dikaji dampak lanjutannya, sedangkan alat tersebut diklaim tak memiliki intervensi ke pasien.
GeNose disebut dapat mendeteksi Volatile Organic Compound (VOC) yang terbentuk oleh infeksi Covid-19 yang keluar bersama napas seseorang. Cara penggunaannya, hanya seperti menghembuskan napas lewat kantong khusus yang langsung diidentifikasi oleh sensor alat dengan bantuan kecerdasan artifisial (artificial intelegence).
"Ini kondisi darurat, tapi dalam administrasi ada kolega-kolega kami masih berpikir situasinya masih sama seperti saat normal," katanya.
Kuwat berharap, Kemenkes dapat memberikan status risiko rendah (status B) pada alat tersebut sehingga bisa segera menentukan parameter dan menjalankan uji diagnostik akhir sebelum digunakan secara luas.
Alat tes ini dapat membantu upaya pemerintah meningkatkan rasio testing. Pada tahap awal, Genose diperkirakan baru mampu diproduksi 50 unit per buan.
Kepala Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (FK-Unand) Andani Eka Putra menilai, uji diagnostik harus dilakukan ke alat kesehatan untuk mengetahui tingkat sensitivitasnya.
Saat ini, pengecekan alat pendeteksi Covid-19 masih berpatokan pada tes polymerase chain reaction (PCR) sebagai gold standart Indonesia.
"Yang terpenting uji diagnostiknya, kalau hasil nilai kesesuaian nilai (sensitivitasnya) bagus. Saya rasa tak masalah digunakan, yang penting jangan ada overclaim," katanya.
Jumlah kasus Covid-19 di Indonesia hingga kini telah mencapai 299.506 orang, setelah pada Sabtu (3/10) terdapat tambahan 4.007 kasus baru. Tiga Provinsi di Pulau Jawa yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah menyumbang 1.980 orang atau 49,4% dari total kasus harian nasional.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, kenaikan jumlah kasus hari ini berasal dari tambahan pemeriksaan 43.487 sampel spesimen. Secara kumulatif, pemerintah telah menggelar 3.451.398 uji spesimen kepada 2.074.943 orang.
Berbagai pihak, baik pemerintah maupiun swasta, berupaya menemukan formula pengobatan Covid-19 paling efektif. Selain itu, perubahan perilaku masyarakat pun dianggap ikut berperan dalam menekan penyebaran pandemi Covid-19. Caranya, dengan menerapkan protokol kesehatan, yaitu 3M: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak.
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan