Seberapa Lengket Hubungan PDIP dan Gerindra Setelah Pilkada?
Partai Gerindra dan PDI Perjuangan (PDIP) menjalin koalisi di wilayah untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020. Bahkan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto Juli lalu menyatakan pihaknya paling banyak bekerja sama dengan partai besutan Megawati Soekarnoputri ini di pesta demokrasi lokal kali ini.
Kolaborasi ini seakan membuka lembaran baru keduanya usai bertarung keras pada Pemilihan Presiden 2019 lalu. Prabowo memutuskan bergabung ke dalam koalisi pemerintah yang dipimpin PDIP.
Koalisi PDIP dan Gerindra ini sebenanya bukan hal baru. Mereka pernah bekerja sama dalam memenangkan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2014. "Dengan PDIP yang paling banyak," kata Prabowo bulan Juli lalu.
Dua partai lalu menyiapkan kadernya untuk bertarung di beberapa daerah seperti Tangerang Selatan, Depok, Medan, Malang, hingga Solo. Namun, kerja sama dua partai ini tak seluruhnya berakhir manis.
Gerindra dan PDIP gagal memutus hegemoni keluarga Ratu Atut di Pilkada Tangerang Selatan. Paslon Muhamad-Rahayu Saraswati Djojohadikusumo kalah tipis dari paslon nomor urut 3 Benyamin Davnie-Pilar Saga Ichsan dengan angka 34,9% dan 40,7%.
Muhamad merupakan eks sekretaris daerah Tangerang Selatan yang kini diusung oleh PDIP. Sedangkan, Saras merupakan keponakan dari Prabowo. Adapun Pilar Saga adalah keponakan mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.
Koalisi PDIP - Gerindra juga gagal menembus Depok yang merupakan basis Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Paslon Pradi Supriatna-Afifah Alia kalah atas Mohammad Idris-Imam Budi Hartono yang diusung PKS dengan angka 44% melawan 56%.
Pradi merupakan ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Gerindra Kota Depok sejak 2010. Sedangkan, Afifah merupakan kader PDIP.
Di sisi lain, koalisi dua partai tersebut menang di beberapa wilayah, seperti Solo dan Medan. Di Solo, Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa unggul atas Bagyo Wahyono-Suparjo Fransiskus Xaverius dengan perolehan masing-masing 86,5% dan 13,5%.
Gibran merupakan putra sulung Presiden Joko Widodo yang diusung oleh PDIP, sementara Teguh Prakosa merupakan kader senior PDIP Solo.
Begitupula dengan pasangan Bobby Afif Nasution-Aulia Rachman yang unggul atas Akhyar Nasution-Salman Alfarisi dengan perolehan suara 52,5% dan 47,5%. Bobby yang merupakan menantu Presiden Jokowi diusung PDIP. Sementara Aulia adalah kader Partai Gerindra.
Lalu, bagaimana nasib koalisi PDIP-Gerindra pasca Pilkada serentak?
Peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA Rully Akbar memperkirakan, partai oposisi dan partai koalisi pemerintah akan sulit dipetakan. Sebab, hampir semua partai saat ini masuk dalam koalisi pemerintah.
Artinya, peta politik akan semakin cair dan koalisi tergantung pada transaksi antarparpol. "Apakah ada perjanjian tertentu, atau ada hubungan politik antarpartai, atau ada konsesi tertentu antarpartai koalisi," kata Rully kepada Katadata.co.id, Kamis (10/12).
Sementara, analis politik Exposit Strategic Arif Susanto menilai, ada banyak faktor yang mempengaruhi kelanjutan koalisi ini. Pertama, kue yang ditawarkan oleh Jokowi kepada Prabowo pasca mundurnya mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
"Kita masih menunggu apakah posisi menteri tersebut kembali diberikan jatahnya kepada Gerindra, atau partai lain," ujar dia.
Arif melihat, tidak tertutup kemungkinan Jokowi melakukan perombakan menteri kabinet. Bahkan, ada peluang bagi Jokowi untuk mengurangi jatah partai dalam kursi kabinet.
Selanjutnya, soliditas koalisi dua partai akan bergantung pada tekanan politik dari kubu lainnya dalam tubuh koalisi. "Sebagai contoh, Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta) sering menjadi mainan politik dalam kekuatan koalisi," katanya.
Selain itu, faktor di luar partai politik turut mempengaruhi hubungan PDIP dan Gerindra. Faktor tersebut ialah soliditas TNI dan Polri yang mencerminkan kuatnya cengkeraman politik Jokowi.
Ia pun menilai, kesolidan TNI-Polri mengendur saat kepulangan Muhammad Rizieq Shihab. Terlebih, saat ini masih ada persoalan penembakan enam orang simpatisan Front Pembela Islam (FPI). "Itu memberi peluru gratis pada siapapun, bahkan Gerindra," ujar Arif.
Potensi ke Depan
Sebelumnya Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Arief Wibowo pernah mengatakan Pilkada 9 Desember menjadi alat uji coba kredibilitas kedua partai dalam menggaet massa dan menyolidkan kekuatan di daerah. Ujungnya peuang bersekutu dalam kancah yang lebih besar.
"Ini bisa saja akan menghasilkan satu hubungan yang lebih kuat pada Pemilu 2024," kata Arief kepada Katadata.co.id Agustus lalu.
Rully pun belum bisa memetakan apakah koalisi PDIP dan Gerindra berlanjut pada helatan politik berikutnya seperti Pilkada DKI. Sebab, koalisi partai pada pemilihan tingkat pusat dan daerah belum tentu serupa.
"Misalnya Gerindra-PKS oposisi di pusat, tapi di daerah Gerindra bisa berdamping dengan PKS atau PDIP. Tergantung konteks wilayah," katanya.
Sementara, Arif menilai perimbangan politik pada Pilkada DKI 2022 akan cukup cair. Sebagaimana diketahui, Anies Baswedan belum bergabung dengan partai politik hingga saat ini. "Ini membuka banyak peluang yang cukup cair," ujar dia.
Oleh karenanya, ia memperkirakan ada banyak peluang pergeseran koalisi partai Gerindra dan PDIP. Tak hanya itu, pergeseran juga bisa terjadi antara partai menengah ke bawah, seperti Nasdem hingga Demokrat.
Belum ada komentar lebih lanjut soal kelanjutan koalisi ini di masa depan usai Pilkada. PDIP memilih merayakan keunggulan mereka dalam Pilkada di sejumlah daerah seperti Sumatera Utara dan Jawa Timur.
"Tak hanya di Medan, harapan besar kepada kader PDI Perjuangan juga dialami oleh masyarakat Sumatera Utara di wilayah lain," ujar Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP, Kamis (10/12) dikutip dari Antara. Adapun Politisi Gerindra Andre Rosiade enggan berkomentar banyak terkait hal ini.