Menumbuhkan Ketangguhan Anak di Masa Pandemi
Sudah satu tahun pandemi, perubahan di berbagai lini pun terjadi. Anak-anak pun terdampak akan adanya pandemi. Imbas paling nyata adalah pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dilakukan untuk mencegah penularan Covid-19 di lingkungan sekolah. Sebagai momentum pertama kali karena adanya pandemi, PJJ pun masih dihadapkan sejumlah kendala baik dari siswa, guru, ataupun orangtua.
Mengutip dari pemberitaan Kompas, Survei Litbang Kompas pada Juni 2020 menunjukkan bahwa 28,3 persen masyarakat khawatir akan dampak psikologis anak dengan adanya PJJ. Banyak dari anak-anak yang mengalami kejenuhan, malas, hingga stres. Pasalnya, apa yang mereka rasakan saat ini dapat berdampak pada tumbuh kembangnya di masa depan.
Melihat banyaknya persoalan yang dihadapi anak saat pandemi, ketangguhan (resiliency) sangat dibutuhkan untuk anak tetap bertahan di tengah krisis. Ketangguhan adalah kesanggupan untuk bangkit kembali dari pengalaman sulit. Melansir dari Time, orangtua dapat berperan penting agar anak mampu menghadapi efek negatif dari masa sulit seperti saat ini.
Wakil Presiden Senior Pemrograman dan Evaluasi Girls on the Run, organisasi nonprofit Amerika Serikat yang membantu anak-anak perempuan mengembangkan kemampuan emosional dan sosial melalui aktivitas fisik, mengatakan bahwa ketangguhan merupakan keterampilan yang dapat dipelajari, dipraktikan, dan dikembangkan saat anak tumbuh berkembang.
“Ini penting karena setiap orang akan menghadapi tantangan atau kemunduran di beberapa titik dalam hidup mereka, dan ketika mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan ketangguhan mereka, mereka akan lebih mampu untuk bergerak melalui tantangan apa pun yang mungkin mereka hadapi,” ucapnya kepada Time.
Pasalnya, orangtua tidak bisa mengharapkan anak untuk secara alamiah memiliki ketangguhan. Sebab, ketangguhan adalah suatu kemampuan yang perlu diajarkan. Maka dari itu, terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk membantu anak menemukan ketangguhannya sebagai strategi pengasuhan orangtua.
Pertama, niatkan untuk membangun anak yang tangguh. Orangtua sering kali memiliki prinsip dasar dalam mengasuh anak dan memasukkan sikap tangguh (resilience) dalam proses pengasuhan anak sangat penting agar anak kuat menghadapi masalah ke depannya. Ketika orangtua memutuskan untuk membangun nilai ketangguhan untuk dimiliki sang anak, orangtua dapat merancang rencana bertahap pada pola asuh hariannya.
Kedua, ajari anak untuk mengenali dan mampu menamai perasaan yang dimiliki. Ketika anak bisa menyadari secara efektif dan menamai perasaannya, mereka mampu membuat strategi yang spesifik bagaimana cara menanganai perasaan tersebut. Strategi ini dapat dimulai ketika anak-anak masih balita, dengan menunjukkan ekspresi wajah dan reaksi fisik lalu bantu anak mendefinisikannya.
Ketiga, mengajari anak untuk memiliki hubungan yang sehat dengan orang lain. Mengajari anak untuk bertindak sebagai teman yang baik, memilih teman dan menangani konflik dengan baik pun dapat membantu anak memiliki ketangguhan. Keempat, ajari anak bahwa tidak apa-apa untuk meminta bantuan dan dukungan.
Kelima, bantu anak mengembangkan berbagai strategi mengatasi emosi yang dirasakan. Ajari anak untuk mengambil napas dalam-dalam ketika sedang panik, berbicara dengan orang lain, atau pergi keluar mencari angin segar. Jika anak sudah mulai beranjak dewasa, orang tua juga bisa membantu dengan memancing pertanyaan untuk membantu mereka menemukan apa strategi terbaik untuk mereka dapat mengatasi emosinya.
Terakhir, beri anak-anak kesempatan untuk melatih keterampilan hidup mereka. Sebab, melindungi mereka dari masa sulit tidak membuat anak berkembang dan mampu mempraktikan keterampilan yang dibutuhkan saat dewasa kelak.
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan