Kasus Antigen Bekas, Menko PMK Minta Perketat Pengawasan Limbah Medis
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy meminta agar kasus penggunaan alat rapid test antigen bekas di Bandara Kualanamu tidak terulang kembali. Menurutnya, penggunaan alat antigen bekas untuk tes Covid-19 tersebut tidak bisa ditoleransi.
"Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah manajemen limbah. Harus ditegakkan dengan ketat sehingga jangan sampai ada limbah medis yang didaur ulang untuk tujuan yang tidak baik," kata Muhadjir dalam keterangan resminya, Minggu (2/5).
Muhadjir mengatakan, masalah limbah medis ini harus mendapat perhatian serius. Dia berharap, nantinya setiap fasilitas kesehatan yang melayani rapid test antigen untuk membuang atau memusnahkan limbah medis sesuai prosedur yang ditetapkan. "Tidak boleh ada limbah medis yang masih berserakan, apalagi kemudian digunakan ulang," katanya.
Ia juga mengatakan, bahwa pemerintah akan memperketat manajemen pengawasan limbah medis dalam pelaksanaan rapid test antigen. "Ini satu hal yang tidak bisa ditoleransi. Jadi manajemen limbah medisnya yang akan kita perhatikan," ujarnya.
Berikut Databoks perkembangan Covid-19 di Indonesia:
Sebelumnya, Polda Sumatera Utara lima orang tersangka dalam kasus penggunaan alat tes antigen bekas di Bandara Kualanamu pada Selasa (27/4). Kelima tersangka berinisial PC, DP, SP, NR, dan RN.
Kapolda Sumut, Irjen Panca Putra mengatakan, modus yang dilakukan oleh para pelaku yaitu dengan mendaur ulang stik yang digunakan sebagai alat untuk melakukan tes swab antigen. Kemudian dicuci kembali, dibersihkan, dan dikemas kembali. Alat tes antigen itu kemudian dipakai di Bandara Kualanamu.
Kelima tersangka dijerat Pasal 98 ayat (3) Jo pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Selain itu, para tersangka juga dijerat dengan Pasal 8 huruf (b), (d) dan (e) Jo pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp 2 miliar.