Soal Penembakan PJR di Bintaro, Ini Aturan Penggunaan Senjata Api
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyoroti prosedur penembakan anggota PJR Ditlantas Polda Metro Jaya, Ipda OS terhadap dua orang di pintu keluar Tol Bintaro, Lingkar Luar Jakarta.
Berdasarkan keterangan kepolisian, persitiwa penembakan berawal dari laporan staf salah satu pejabat di DKI Jakarta berinisial O yang merasa dibuntuti oleh beberapa kendaraan.
Juru Bicara Kompolnas, Poengky Indarti mempertanyakan apakah penembakkan yang dilakukan Ipda OS terhadap Poltak Pasaribu sudah sesuai prosedur atau tidak. Dalam kasus ini dibutuhkan saksi dan bukti dengan dukungan scientific crime investigation untuk menjelaskan peristiwa penembakkan.
"Harus dilihat urgensinya. Jika benar-benar ada bahaya yang mengancam nyawa anggota dan atau masyarakat, maka anggota Polri sah untuk menembak. Misalnya ada teroris bawa bom, sah untuk ditembak," ujar Poengky kepada Katadata pada Rabu (1/12).
Poengky menjelaskan penggunaan senjata api sudah diatur dalam pasal 45 hingga 49 Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri. Pasal 47 ayat 1 menjelaskan bahwa penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia.
Lebih lanjut, Poengky mempertanyakan beberapa hal lainnya dalam kasus penembakkan tersebut. Ini antara lain apakah benar ada tindakan pengejaran atau pengintaian terhadap pejabat yang dikawal Indra OP, apakah benar ada dugaan pengeroyokan dan apakah benar ada keributan dan acaman penabrakan.
"Apakah benar ada ancaman nyata yang membuat Ipda OS melepas tembakan?," ujar Poengky.
Kasus ini berawal dari pelapor berinisial O yang merasa dibuntuti oleh beberapa mobil sejak meninggalkan salah satu hotel di Kawasan Sentul, Jawa Barat. O yang merasa terancam kemudian menghubungi pihak kepolisian yang diterima oleh Ipda OS. Laporan tersebut kemudian diteruskan oleh Ipda OS ke Kantor Induk PJR Jaya IV yang merupakan tempat dinas Ipda OS.
Poengky juga menjelaskan pihak kepolisian dapat melakukan pendampingan kepada pejabat dengan situasi tertentu sesuai dengan Pasal 3E Perkap Nomor 4 tahun 2017 tentang penugasan anggota kepolisian di luar struktur organisasi kepolisian. Dalam aturan tersebut tertuang bahwa proses penugasan anggota polri di luar di luar struktur organisasi Polri melalui koordinasi antara Polri dengan kementerian/lembaga/badan/komisi atau organisasi internasional yang memerlukan.
"Jika ada permintaan dari Kementerian/Lembaga kepada Polri sesuai UU Polri dan Perkap. Misalnya saat tahapan pemilu/pilkada, anggota Polri ditugaskan mengawal KPU, Bawaslu dan paslon Capres/Cawapres," jelas Poengky.