Mengenal Asal Usul Tari Perang Asal Pulau Nias
Seni tari menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merupakan salah satu bentuk kesenian yang mempunyai media ungkap atau substansi gerak melalui gerakan manusia. Tarian hadir dengan ragam gerakan dan jenis tarian dengan sejarah asal-usulnya.
Berbagai tari tradisional dan modern seringkali dipentaskan dalam acara-acara tertentu, seperti upacara adat pernikahan, upacara penyambutan tamu kehormatan, dan sebagainya. Tarian tersebut dapat dilakukan secara tunggal, berpasangan, berkelompok atau kolosal.
Dalam padanan istilah lain seperti yang disadur dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian seni tari adalah aliran seni mengenai gerakan badan (tangan dan lainnya) yang berirama dan biasanya diiringi bunyi-bunyian (musik, gamelan, dan sebagainya).
Tarian juga dikenal sebagai bahasa isyarat, karena substansinya adalah gerak sebagai dasar pemikiran yang bisa disampaikan pada setiap gerakan. Akan tetapi gerak yang dimaksud bukan gerakan realistis atau keseharian, melainkan gerakan-gerakan dalam wujud gerak ekspresif.
Seorang ahli dalam seni dan budaya tari, Hendrina Cornelia Hartong (Corrie Hartong) yang juga merupakan seorang ahli dari Belanda menerangkan bahwa tari adalah gerak-gerak yang diberi bentuk dan ritmis dari badan di dalam ruang. Sedangkan penulis Amerika bernama Walter Sorell mendefinisikan tari sebagai gerakan-gerakan tubuh dan anggota-anggotanya tersusun seemikian rupa sehingga berirama.
Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa tarian adalah gerakan-gerakan dari seluruh bagian tubuh yang selaras dengan irama musik. Paduan gerakan dan musik tersebut memiliki gambaran ekspresi jiwa manusia dengan ritme dan ketukan yang sidah diatur.
Mengenal Tari Perang Asal Pulau Nias
Tradisi seni tari perang ternyata tidak hanya berasal dari Bumi Cendrawasih atau di Papua saja, namun juga ada di Pulau Nias yang masuk dalam wilayah Sumatera Utara. Tari perang ini memiliki sejarah yang panjang dan lekat dengan kebudayaan masyarakat setempat.
Sebagaimana yang dikutip dari Majalah Bobo, bahwa tari perang di Pulau Nias menceritakan tentang perang antardesa. Setiap daerah di Pulau Nias memiliki jalan ceritanya masing-masing. Namun jalan cerita yang paling terkenal adalah tentang perang antara Desa Orahili Fau dan Desa Bawomataluo.
Pada mulanya tarian perang ini memiliki kaitan erat dengan serangan invasi Belanda di tahun 1863. Saat itu Belanda menyerang Desa Orahili Fau sehingga warga melarikan diri ke Desa Majine, termasuk empat orang kakak beradik.
Selang beberapa tahun, tiga orang kakak beradik itu kembali ke Desa Orahili Fau, sedangkan yang seorang lagi tetap tinggal di Desa Majine. Tiga kakak beradik itu takut kalau Belanda akan menyerang lagi sehingga mereka mendirikan desa baru di dekat situ dan diberi nama Desa Bawomataluo.
Dalam sejarahnya tercatat bahwa selang beberapa tahun, dua bersaudara kakak dan adik itu yang paling muda memilih kembali ke Desa Orahili Fau, sedangkan si kakak tetap tinggal di Desa Bawomataluo. Karena rumah adat di desa asal mereka sudah dihancurkan Belanda, akhirnya mereka memutuskan untuk membangun rumah adat besar di masing-masing desa.
Ternyata kembalinya sanak saudara ke desa asal membuat percikan konflik di antara mereka. Konflik bermula saat mereka sedang membangun rumah adat besar di Desa Orahili Fau, si kakak dari Desa Bawomataluo malah pergi berburu dan tidak ikut gotong royong. Si adik yang menunggu kedatangan kakaknya untuk ikut bergotong royong menjadi kesal karena kakaknya tidak kembali. Di sinilah awal mula terjadinya perang antardesa. Sehingga kisah tersebut yang menjadi akar dari cikal bakal kelahiran tari perang di Pulau Nias.
Perlengkapan Tari Perang
Pada saat tampil para penari tari perang akan mengenakan pakaian yang terbuat dari kulit kayu asli berwarna cokelat. Ada juga yang memakai baju dari bahan ijuk.
Selain itu, para penari juga tampil dengan menggunakan topi perang dan alas kaki yang terbuat dari sabut kelapa. Mereka membawa perisai dan lembing sebagai perlengkapan perang. Perisai terbuat dari besi asli, tapi lembingnya tidak tajam karena takut melukai penonton di sekitar penari.
Sebagai kesenian tradisional Indonesia, tari perang sudah tampil melalang buana di berbagai penjuru dunia. Hal itu disebabkan dari gerakan koreografinya yang menarik dengan hentakan kaki dan ayunan tombak yang diiringi oleh musik. Gerakannya menggambarkan semangat para ksatria dalam mempertahankan desa mereka dari serangan musuh.