Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia dari Sumatra hingga Maluku
Islam merupakan agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan data The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC) atau MABDA dalam laporannya yang bertajuk “Muslim 500”, jumlah penduduk Indonesia yang beragama Islam sebanyak 231,06 juta jiwa. Jumlah tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar dunia.
Lalu, bagaimana awal mula Islam masuk ke Indonesia?
Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia
Sebelum Islam bertamu ke Indonesia, berbagai macam agama dan kepercayaan dianut oleh masyarakat, seperti animisme, dinamisme, Hindu, dan Buddha. Namun, ajaran Rasulullah SAW memasuki Nusantara lewat jalur perdagangan secara berangsur-angsur dan tanpa paksaan. Hal itu membuat Islam mudah diterima masyarakat.
Mengutip buku “Tuntas: Pendidikan Agama Islam”, sejak abad ke-7 Masehi (abad ke-1 Hijriah), Selat Malaka mulai dilalui para pedagang muslim dari bangsa Arab, yang sejak masa Khilafah Utsman bin Affan telah mengembara lewat jalan darat dan lautan Hindia sampai ke Negeri Cina.
Di negeri yang mereka singgahi, pengembara muslim membuat perkampungan, misalnya di pantai Malabar (Gujarat) di pesisir barat India dan Sailan (Sri Lanka). Karenanya, muncul kesan seolah-olah Islam yang datang ke Indonesia berasal dari pedagang muslim Gujarat, bukan Bangsa Arab.
Selain berniaga, para pengembara muslim tersebut turut menyebarkan ajaran Islam di Nusantara. Banyak di antaranya yang memilih menetap di negeri yang mereka singgahi, termasuk di Malaka, hingga berkeluarga dengan orang pribumi.
Sumatra
Di Sumatra, berdiri kerajaan Samudera Pasai yang merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia sejak 1261 M. Kerajaan Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan karena letaknya strategis di dekat Selat Malaka. Adanya jalur perhubungan dengan Gujarat membuat sektor perdagangan Samudera Pasai berkembang.
Samudera Pasai telah mengadakan hubungan dengan Sultan Delhi di India. Ketika Ibnu Batutah diutus Sultan Delhi ke Cina, ia singgah di Samudera Pasai terlebih dahulu dan bertemu dengan Sultan Malikuz Zahir.
Di sisi lain, di Jawa Timur, telah berdiri suatu negara maritim yang besar, yakni Majapahit, yang tidak membiarkan tumbuhnya kekuatan di sekitar selat Malaka. Hingga sekitar tahun 1350 M Samudera Pasai dibinasakan oleh armada Majapahit.
Hampir bersamaan dengan runtuhnya Malaka karena diduduki portugis, lahir kerajaan baru di Sumatra, yaitu kerajaan Aceh pada abad XVI M.
Jawa
Jalur perhubungan antara Pasai dan Malaka dengan Jawa sangatlah lancar. Banyak pedagang Jawa berkunjung ke Pasai dan Malaka sembari berdakwah menyebarkan ajaran Islam. Bahkan, tak sedikit ulama yang datang ke Jawa untuk menyebarkan ajaran Nabi Muhammad SAW di kota-kota yang masih dikuasai kerajaan Hindu.
Gerakan penyiaran ajaran Islam di Jawa tak lepas dari peran para wali. Meskipun jumlahnya banyak, namun ada sembilan nama yang dikenang dan dikenal dengan sebutan walisanga, yaitu: Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim), Sunan Ampel (Raden Rahmat), Sunan Bonang (Maulana Makdum Ibrahim), Sunan Giri (Raden Paku), SunanDrajat (Raden Qasim), Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah), Sunan Kudus (Jaffar Shadiq), Sunan Kalijaga (Raden Mas Said), dan Sunan Muria (Raden Umar Said).
Sulawesi
Ajaran Islam masuk ke Sulawesi pada abad ke-15 yang ditandai dengan kedatangan para pedagang muslim dari Sumatra, Malaka, dan Jawa ke Pulau Sulawesi. Pada saat itu, terdapat beberapa kerajaan, seperti Kerajaan Gowa-Tallo, Bone, Wajo, dan Sopang.
Ajaran Islam perlahan berkembang di Sulawesi dan mulai diterima oleh masyarakat setempat. Hingga pada 1562-1565, Kerajaan Gowa-Tallo, di bawah pimpinan Raja Tumaparisi Kolama berhasil menaklukan daerah Selayar, Bulukumba, Maros Mandar, dan Luwu.
Pada masa itu, di Gowa-Tallo sudah ada kelompok-kelompok masyarakat muslim dalam jumlah besar. Kemudian, atas jasa Dato Ribandang dan Dato Sulaemana, penyebaran Islam kian intens dan memperoleh kemajuan yang pesat.
Pada 22 September 1605, raja Gowa, Karaeng Tonigallo, memeluk agama Islam dan memperoleh gelar Sultan Alaudin. Beliau menjalin hubungan baik dengan Kerajaan Ternate dan bersahabat baik dengan Sultan Baabullah. Akhirnya, Kerajaan Gowa-Tallo resmi menjadi kerajaan bercorak Islam dan gencar melakukan perluasan wilayah.
Kalimantan
Mengacu pada prasasti-prasasti yang ada sekitar abad V M, di Kalimantan Timur telah berdiri kerajaan Hindu, yakni Kerajaan Kutai. Selain itu, ada pula Kerajaan Sukadana, di Kalimantan Barat dan Kerajaan Banjar di kalimantan Selatan.
Pada abad XVI, Islam mulai mengunjungi daerah Kerajaan Sukadana. Hingga pada 1590, kerajaan tersebut resmi menjadi kerajaan Islam di bawah pimpinan Sultan Giri Kusuma.
Di abad yang sama, Kalimantan Selatan masih didominasi oleh kerajaan Hindu, antara lain Kerajaan Banjar, Negaradipa, Kahuripan, dan Kerajaan Daha yang berhubungan erat dengan Majapahit.
Ketika Kerajaan Demak berdiri, para pemuka agama di Demak serentak menyebarkan agama Islam di Kalimantan Selatan. Kemudian, Raja Banjar Raden Samudera masuk Islam dan berganti nama menjadi Suryanullah. Selanjutnya, dengan bantuan Demak, Sultan Suryanullah berhasil menguasai Kerajaan Negaradipa dan Islam mulai berkembang luas di Kalimantan.
Maluku dan Sekitarnya
Ada empat kerajaan di Maluku yang saling berselisih dan bersaing, yaitu Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Namun, Ternate yang memegang peranan penting dan menjadi pusat perdagangan rempah-rempah.
Agama Islam sudah dikenal rakyat Ternate sejak abad XV M. Raja Ternate yang pertama-tama memeluk Islam adalah Sultan Mahrum (1465-1468). Kemudian, digantikan oleh Sultan Zainal Abidin yang sangat berjasa dalam penyebaran Islam di Maluku dan Irian.
Tak lama, Raja Tidore kemudian masuk Islam dan berganti nama menjadi Sultan Jamaludin. Hal yang sama dilakukan oleh Raja Jailolo dan mengganti namanya menjadi Sultan Hasanudin, dan Raja Bacan yang mengganti namanya mejadi Sultan Zainal Abidin.
Masa Penjajahan
Di masa penjajahan terdapat pejuang-pejuang Islam yang gencar menentang perendahan, perampasan, dan perampokan terhadap nila dan hak-hak manusia, seperti Sultan Trenggono (Kasultanan Demak) yang mengirim bala tentara untuk menggempur benteng Portugis di Sunda Kelapa.
Pada 1628, Sultan Agung Hanyakarakusuma (Kesultanan Mataram) mengirim 10.000 tentara yang dipimpin oleh Bupati Kendal, Tumanggung Bahureksa, untuk menggempur Benteng Holandia, pusat kekuasaan VOC di Batavia.
Selain itu, tahun 1825 hingga 1830 terjadi perang Diponegoro dengan seruan jihad fi sabilillah.
Masa Perang Kemerdekaan
Pada 10 Mei 1908, berdiri Budi Utomo dengan tujuan memperluas kesempatan masyarakat lokal mendapatkan pendidikan pengajaran yang layak sebagai usaha mengangkat derajat bangsa.
Kemudian, atas gagasan Haji Samanhudi dan Raden Mas Tirtoadisuryo didirikan perkumpulan dengan nama Sarekat Dagang Islam pada 1909. Hingga pada 1912, atas usul Haji Oemar Said Cokroaminoto, gerakan ini diperluas dan berganti nama menjadi Sarekat Islam.
Di tahun yang sama, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah di Yogyakarta. Beberapa tahun berselang, tepatnya pada 1926, berdiri Nahdlatul Ulama dengan ketua pertamanya Kyai Haji Hasyim Asy'ari