Bawaslu Minta KPU Atur Larangan Ujaran Kebencian pada Pemilu 2024
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyarankan Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat aturan mengenai larangan ujaran kebencian pada Pemilu 2024. Ketentuan tersebut dapat dimasukkan dalam peraturan turunan dari Undang-Undang Pemilu Nomor 17 Tahun 2017.
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengatakan UU Pemilu tidak mengatur mengenai ujaran kebencian melainkan hanya mengenai adu domba. Dalam Pasal 280 ayat 1 huruf (d) pada UU Pemilu tertuang bahwa pelaksana, peserta, dan tim Kampanye Pemilu dilarang untuk menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat.
Fritz menilai perlu adanya ketentuan termasuk sanksi bagi penyebar ujaran kebencian. Salah satunya dengan melakukan take down atau penurunan konten ujaran kebencian yang tersebar di media sosial.
Selama ini Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) hanya mengumpulkan disinformasi atau informasi tidak benar. Setelahnya, Kominfo akan meminta kepada KPU atau Bawaslu untuk menyatakan informasi tersebut benar atau tidak.
“Dia (Kominfo) tidak punya kewenangan untuk menyebut misinformasi atau ujaran kebencian. Harus ada pihak ketiga untuk mengatakan bahwa itu adalah misinformasi dan disinformasi,” ujar Fritz dalam diskusi publik "Kolaborasi Menangkal Hoaks Menjelang Pemilu 2024" pada Kamis (17/2).
Dalam aturan turunan UU Pemilu juga disarankan pemidanaan terhadap orang-orang yang menyebarkan hoaks atau informasi tidak benar dan juga orang-orang yang bertindak sebagai buzzer.
Penegakan hukum akan memunculkan efek jera bagi penyebar hoaks maupun buzzer. Hal ini lantaran media sosial juga dapat sengaja dipergunakan sebagai bisnis dalam konteks Pemilu. “Harus ada tindak pidana yang jelas dan itu butuh koordinasi,” ujar Fritz.
Indonesia menjadi negara dengan indeks kesopanan digital (Digital Civility Index/DCI) paling buruk se-Asia Pasifik pada 2020. Skor DCI Indonesia tercatat sebesar 76 poin pada 2020, naik 8 poin dari tahun sebelumnya.
Memburuknya skor DCI Indonesia paling banyak didorong orang dewasa sebesar 83% atau naik 16 poin pada tahun lalu. Sementara, kontribusi remaja terhadap skor DCI Indonesia mencapai 68% atau tak berubah sejak 2019.
Risiko kesopanan digital di Indonesia paling besar dipengaruhi oleh hoaks dan penipuan yang naik 13 poin menjadi 47%. Risiko ujaran kebencian naik lima poin menjadi 27%. Sedangkan, risiko diskriminasi turun dua poin menjadi 13%.
Adapun, Singapura menjadi negara dengan skor DCI paling baik se-Asia Pasifik, yakni 59 poin. Posisi Negeri Singa diikuti oleh Taiwan dan Australia yang masing-masing memiliki skor DCI sebesar 61 dan 62 poin. Berikut grafik Databoks: