Perang Gerilya, Strategi Perlawanan Indonesia Terhadap Belanda

Siti Nur Aeni
22 Februari 2022, 16:24
Sejumlah pemuda mengikuti napak tilas rute perjuangan perang gerilya Jenderal Soedirman ke-38 di Kota Kediri, Jawa Timur, Sabtu (16/11/2019). Kegiatan tahunan yang diikuti sebanyak 1904 perserta dari sejumlah elemen masyarakat tersebut menempuh jarak kura
ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani
Sejumlah pemuda mengikuti napak tilas rute perjuangan gerilya Jenderal Soedirman ke-38 di Kota Kediri, Jawa Timur, Sabtu (16/11/2019). Kegiatan tahunan yang diikuti sebanyak 1904 perserta dari sejumlah elemen masyarakat tersebut menempuh jarak kurang lebih 37 kilometer dengan finish di Desa Bajulan Kabupaten Nganjuk.

Setelah proklamasi kemeredekaan Indonesia, perjuangan bangsa Indonesia ternyata belum berakhir. Sebab pada saat itu, Belanda beserta sekutu masih berupaya untuk berkuasa kembali di Indonesia. Menyadari hal tersebut, bangsa Indonesia melakukan beragam upaya untuk mempertahankan kemerdekaan. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu perlawanan melalui perang gerilya.

Gerilya adalah salah satu strategi perang perjuang dalam rangka merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Berdasarkan sejarahnya, perang ini termasuk perlawanan perang yang dilakukan secara berpindah-pindah, sembunyi-sembunyi, penuh sabotase, namun tetap fokus dan efektif.

Salah satu perang gerilya yang paling terkenal di Indonesia yaitu Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Jenderal Soedirman. Hal tersebut membuat Jenderal Soedirman sebagai tokoh perang gerilya di Indonesia. Bagaimana sejarah dari perlawanan tersebut? Berikut penjelasannya.

Sejarah Perang Gerilya

Melansir dari kelaspintar.id, latar belakang dari perang ini yaitu kedatangan Belanda kembali ke Indonesia. Benda mendatangi beberapa wilayah, termasuk Jawa. Tujuan kedatangan Belanda yaitu untuk melemahkan militer Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, Belanda menyerang Yogyakarta melalui serangan udara dan darat.

Tanggal 19 Desember 1948, Yogyakarta berhasil di kuasai Belanda. Bahkan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia pada saat itu ditangkap pihak Belanda. Hal tersebut yang membuat Jenderal Soedirman memutuskan meninggalkan Yogyakarya untuk bergerilya.

Selama gerilya, Jenderal Soedirman dan pasukannya berjalan untuk berpindah-pindah tempat. Mereka berjalan melewati sungai, gunung, lembah, dan hutan. Dalam perjalanan tersebut, para pejuang juga melakukan penyerangan ke pos Belanda.

Strategi perang gerilya yang dilakukan Jenderal Soedirman bertujuan untuk memecah konsentrasi pasukan Belanda. Kondisi tersebut ternyata efektif untuk membuat Belanda kewalahan, terlebih penyerangan tersebut dilakukan secara tiba-tiba dan cepat.

Taktik ini membuat TNI dan rakyat yang bersatu berhasil menguasai keadaan dan medan pertempuran. Puncak perlawanan rakyat Indonesia terjadi pada 1 Maret 1949 serentak di semua wilayah Indonesia dan berhasil memukul mundur Belanda.

Dampak Perang Gerilya bagi Kehidupan Masyarakat

Perang gerilya ternyata memberikan dampak bagi kehidupan masyarakat. Berdasarkan penjelasan di Jurnal Penelitian Ilmu Sejarah, Sosial, dan Budaya 1(1), dampak positif perang gerilya yaitu meningkatkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dan tentara.

Jenderal Soedirman dan pasukannya berhasil membuktikan bahwa perlawanan dari tentara melalui strategi perang gerilya membuat Belanda tidak bisa kembali menguasai Indonesia. Pelawanan ini semakin memperkuat kedudukan bangsa Indonesia dan membuat Belanda tidak memandang rendah kekuatan tentara Indonesia.

Dari segi sosial, dampak pering gerilya membuat masyarakat semakin meningkatkan kerukunan dan semangat gotong royong. Perang ini memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya mempertahankan kemerdekaan. Adanya perang ini juga membuat masyarakat meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan kedatangan tentara Belanda.

Kepemimpinan Jenderal sebagai Tokoh Perang Gerilya

Keberhasilan perang gerilya tidak bisa lepas dari peran pemimpinnya. Jenderal Soedirman merupakan pejuang kemerdekaan yang sudah berjuang sejak menjadi anggota Pembela Tanah Air (PETA).

Dalam Jurnal Strategi Pertanana Semesta 6(1), disebtkan bahwa Jenderal Soedirman merupakan pimpinan kesatuan Tentara Keselamatan Rakyat (TKR) yang cerdas, cakap, tegas, dan bijak. Hal tersebut terbukti dengan kesuksesannya dalam mengatur strategi untuk menghadapi pertahanan Sekutu – NICA di Ambarawa.

Dalam perang gerilya, Soedirman membuat strategi perang wilayah yang terorganisasikan oleh pusat komando yang tersembunyi. Berkat siasat yang dibuatnya, Yogyakarta akhirnya kembali dikuasai oleh Indonesia.

Dalam jurnal tersebut juga dijelaskan tentang pola kepemimpinan yang dimiliki Jenderal Soedirman. Panglima besar ini menerapkan kepemimpinan strategis, yakni kememimpinan yang bisa mengantisipasi suatu keadaan. Kepemimpinan strategis Jenderal Soedirman bisa digunakan sebagai teladan untuk generasi muda Indonesia karena berdampak positif untuk masyarakat dan bangsa.

Itulah penjelasan singkat tentang perang gerilya beserta ketelaudanan Jenderal Soedirman sebagai pemimpin gerilya. Sejarah besar tersebut bisa menjadi panutan untuk kita dalam mengisi kemerdekaan dengan cara-cara yang positif dan membangun.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...