Terbatas, Akses Bekerja Perempuan Penyandang Disabilitas
Isu penting tentang kesetaraan dan kesempatan bagi penyandang disabilitas masih hangat diperbincangkan. Misalnya saja, dari tahun ke tahun, ketimpangan jumlah pekerja perempuan disabilitas yang bekerja penuh, lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki penyandang disabilitas.
Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Hindun Anisah, menerangkan data WHO. Sebanyak 15 persen dari total penduduk dunia atau 1 miliar orang adalah penyandang disabilitas. Di antara jumlah tersebut, 80 persen tinggal atau berada di negara berkembang.
Berbagai studi juga menyatakan bahwa populasi dunia semakin menua, seperti ketimpangan ekonomi, kemiskinan, layanan kesehatan yang buruk, konflik perang dan juga kekerasan maupun bencana alam yang turut berkontribusi di dalam meningkatnya jumlah penyandang disabilitas.
Sementara di Indonesia, data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2021, penduduk usia kerja penyangga disabilitas sejumlah 16,94 juta orang. Proporsi jumlah perempuan disabilitas lebih besar daripada laki-laki yaitu 9,32 juta atau 55 persen. Sementara penyandang disabilitas laki-laki usia kerja berjumlah 7,62 juta atau 45 persen.
Dari angka tersebut, penyandang disabilitas yang bekerja hanya 7,04 juta orang, sementara pengangguran terbuka sekitar 362.268 orang.
Diantara yang bekerja, jumlah perempuan penyandang disabilitas lebih sedikit daripada laki-laki. Padahal, jumlah perempuan usia kerja penyandang disabilitas lebih besar dari laki-laki. Menurut data, jumlah perempuan disabilitas yang bekerja hanya 42,7 persen atau 3,1 juta orang. Sementara laki-laki sebesar 57,3 persen atau sekitar 4,29 juta orang.
"Jadi, masih ada jarak antar penyandang disabilitas laki-laki dan perempuan di dunia kerja. Partisipasi perempuan penyandnag disabilitas ternyata masih rendah dibandingkan laki-laki," kata Hindun dalam acara webinar Katadata dengan tema "Break the Limit: Opportunity for Women With Disabilities" yang disaksikan secara daring, Selasa (8/3/2022).
Kata Hindun, rendahnya partisipasi perempuan di dunia kerja menjadi tantangan bagi semua pihak. Mengingat, mereka juga subjek di dalam dunia kerja. Rendahnya partisipasi perempuan penyandang disabilitas di Tanah Air seringkali dikaitkan dengan faktor rendahnya tingkat pendidikan, keahlian dan kurangnya literasi digital.
Hal ini lantas yang mengurangi akses kesempatan perempuan penyandang disabilitas untuk memasuki dunia kerja. Dengan begitu, ini menyebabkan perempuan dengan disabilitas terus tertinggal untuk menjalankan peran dan partisipasi dalam pembangunan.
Padahal dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, antara hak-hak penyandang disabilitas perempuan dengan laki-laki tidak dibedakan. Mereka harus dilindungi dan harus dipenuhi haknya. Perempuan disabilitas juga memiliki hak untuk dilindungi dari tindak diskriminasi berlapis ketidaksetaraan gender, tingkat kekerasan hingga eksploitasi seksual.
"Kementerian Ketanagakerjaan (Kemenaker) terus berupaya menyelenggarakan program-program pembangunan ketenagakerjaan yang semakin inklusif, termasuk bagi perempuan penyandang disabilitas," kata dia.
Pihaknya juga terus mendorong penguatan jejaring dan pembinaan sektor swasta dalam memberikan kesempatan kerja yang seluas-luasnya bagi penyandang disabilitas. Kewajiban pihak swasta ialah, minimal 1 persen mempekerjakan disabilitas.
Lebih lanjut, Hindun membeberkan, Kemenaker juga mempercepat penyelenggaraan unit layanan disabilitas bidang ketenagakerjaan di setiap dinas ketenagakerjaan di daerah. Pihaknya mendorong agar daerah segera membentuk unit layanan disabilitas bidang ketenagakerjaan sebagai wujud mempercepat atau mengakselerasi akses penyandang disabilitas masuk di dunia kerja maupun dunia usaha.
Data BPS menyatakan, di wilayah perkotaan dan pedesaan, hanya 0,18 persen penduduk usia 15 tahun ke atas dengan disabilitas yang bekerja di Indonesia pada 2020. Angka ini turun 0,1 persen dari tahun sebelumnya sebesar 0,28 persen.
Akibat dari rupa-rupa rintangan itu, tak sedikit penyandnag disabilitas hidup dalam kemiskinan dan sulit mandiri. Perlu ada trobosan nyata dari pemerintah dan pemangku kepentingan dalam meningkatkan pemenuhan hak serta perlindungan perempuan penyandang disabilitas.
Terobosan harus diwujudkan dalam bentuk gerakan dan kemudahan, khususnya bagi penyandang disabilitas untuk mengakses, memanfaatkan dan menikmati haknya.
Country Director International Labor Organization (ILO), Michiko Miyamoto mengamini data yang diutarakan Kemenaker. Kata dia, secara global dan juga di Indonesia, partisipasi penyandang disabilitas perempuan lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki.
"Jadi secara global, kita memiliki partisipasi penyandang disabilitas perempuan 40 persen dibandingkan dengan laki-laki 72 persen. Jadi kita terus-menerus memiliki selisih antara 25 persen hingga 20 persen," kata Michiko.
CEO Kerjabilitas, Rubby Emir mengungkapkan, Kerjabilitas tidak hanya melakukan pemberdayaan pada difabel perempuan dan laki-laki, tapi pihaknya melakukan pengarusutamaan pada eksosistemnya, dalam hal ini sektor swasta.
"Karena kalau satu saja, misalnya disabilitasnya saja yang diberdayakan, mereka tidak bisa ditampung ekosistem atau dunia kerja," kata Rubby.
Untuk penyandang disabilitas, Kerjadibilitas menjadi wadah mereka untuk mendapatkan informasi lowongan kerja gratis. Rubby memastikan, perusahaan yang bekerja sama dengan Kerjadibilitas bisa menerima penyandang disabilitas.
Lalu, Kerjadibilitas juga melakukan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan karir dan status pendidikan mereka. Kerjadibilitas membuat pelatihan-pelatihan yang sifatnya praktikel. Tak lupa, Kerjadibilitas turut berkolaborasi dengan Balai Latihan Kerja (BLK) binaan Kemenaker.
"Itu adalah beberapa yang kami lakukan untuk meningkatkan taraf hidup disabilitas," tegasnya.
Sementara itu, Director of Public Policy and Government Relations, Tokopedia, Astri Wahyuni mengaku, cita-cita utama Tokopedia mencapai pertumbuhan yang inklusif. Pertumbuhan di Tokopedia bisa dinikmati oleh berbagai golongan, semua orang di Indonesia.
Tantangan yang dialami penyandang disabilitas juga menjadi tantangan umum bagi perempuan biasa yang ingin masuk ke dunia digital. Menurut dia, yang paling terpenting dipelajari penyandang disabilitas adalah literasi digital.
Tokopedia, kata Astri, tidak hanya berbicara mengenai perusahaanya saja, tapi juga ekosistemnya. Di Tokopedia, kurang lebih 94 persen ekosistemnya terdiri dari usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM). "Sebagian besar peluang penyandang disabilitas adalah membuka usaha sendiri. Tokopedia ingin memudahkan hal tersebut," tegas Astri.