LPSK Temukan Tujuh Pidana pada Kasus Kerangkeng Manusia Bupati Langkat
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menemukan tujuh dugaan tindak pidana terkait ditemukannya manusia yang terkurung dalam kerangkeng, di kediaman Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin.
Tujuh dugaan tindak pidana tersebut adalah perdagangan orang, kekerasan terhadap anak, penyiksaan/penganiayaan berat, pembunuhan, perampasan kemerdekaan, penistaan agama, dan kecelakaan kerja.
Temuan data dan fakta ini didapatkan LPSK setelah melakukan investigasi dan telaah selama sepekan, sejak 27 Januari hingga 5 Maret 2022, terhadap Terbit Rencana dan pihak-pihak lainnya yang diduga terlibat. Sebab, LPSK menduga, Bupati Langkat nonaktif ini juga dibantu anggota keluarga, oknum anggota organisasi masyarakat (ormas), termasuk oknum TNI serta Polri.
Seperti dikutip dari Antara, melalui keterangan tertulis Kamis (10/3), Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menyayangkan proses hukum yang belum memiliki kemajuan berarti, meski sudah berjalan satu bulan lebih.
LPSK menilai praktik perbudakan manusia terjadi bukan hanya karena modus eksploitasi demi mencari keuntungan material, tetapi juga karena para pihak yang mengetahui dan memiliki wewenang, tidak mau mengambil tindakan.
Ke depannya LPSK berharap Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dapat membentuk tim lintas kementerian dan lembaga, untuk memastikan proses hukum ditindaklanjuti secara profesional dan tuntas. "Tentu dengan memerhatikan pemenuhan hak korban termasuk memastikan tidak ada praktik yang sama di wilayah lainnya," ujar Hasto.
Senada dengan Hasto, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu, menilai Terbit Rencana sebagai kepala daerah tidak punya wewenang menahan manusia dan memaksa mereka tinggal dalam kerangkeng.
Tindakan ini, kata Edwin, sudah cukup memenuhi unsur tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Dimana para korban yang dikurung dipaksa bekerja di pabrik perkebunan sawit dan penyediaan pakan ternak milik Terbit Rencana.
Manusia di dalam kerangkeng ini ditemukan saat penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar operasi tangkap tangan kasus suap di rumah Terbit Rencana yang berada di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat pada Selasa (18/1).
Kerangkeng tersebut berukuran 6 x 6 meter berbentuk penjara besi yang terkunci dari luar. Kepala Bidang Humas Polda Sumatera Utara Hadi Wahyudi mengatakan, saat ditemukan terdapat empat orang di dalam sel dengan wajah babak belur dan rambutnya gundul.
Kepolisian menduga terdapat 38-48 orang yang tinggakl dalam kerangkeng. "Saat penemuan, puluhan orang lainnya diduga bekerja di perkebunan sawit," kata Hadi dikutip dari Kantor Berita Antara, Selasa (25/1).
Saat ini KPK telah menahan Terbit Rencana setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap setelah tertangkap tangan pada Selasa (18/1). Terbit bersama lima orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020 sampai dengan 2022 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Selain Terbit, lima tersangka lainnya, yaitu Iskandar P.A. (ISK) selaku Kepala Desa Balai Kasih yang juga saudara kandung Terbit dan empat pihak swasta/kontraktor masing-masing Marcos Surya Abdi (MSA), Shuhanda Citra (SC), Isfi Syahfitra (IS), dan Muara Perangin-angin (MR).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan sekitar tahun 2020 hingga saat ini, Terbit bersama dengan Iskandar diduga melakukan pengaturan dalam pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Langkat.
Agar bisa menjadi pemenang paket proyek pekerjaan, diduga ada permintaan persentase fee oleh Terbit dengan nilai persentase 15% dari nilai proyek untuk paket pekerjaan melalui tahapan lelang, dan 16,5% dari nilai proyek untuk paket penunjukan langsung.
Selanjutnya, salah satu rekanan yang dipilih dan dimenangkan untuk mengerjakan proyek pada dua dinas tersebut adalah tersangka Muara dengan menggunakan beberapa bendera perusahaan. Total nilai paket proyek yang dikerjakan sebesar Rp4,3 miliar.