LPSK Temukan Tujuh Pidana pada Kasus Kerangkeng Manusia Bupati Langkat

Aryo Widhy Wicaksono
10 Maret 2022, 11:36
Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (17/2/2022). KPK melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap Terbit Rencana Perangin Angin menjalani pemeriksaan lanjutan terkait kas
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa.
Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (17/2/2022). KPK melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap Terbit Rencana Perangin Angin menjalani pemeriksaan lanjutan terkait kasus dugaan suap dalam pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020 sampai 2022 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menemukan tujuh dugaan tindak pidana terkait ditemukannya manusia yang terkurung dalam kerangkeng, di kediaman Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin.

Tujuh dugaan tindak pidana tersebut adalah perdagangan orang, kekerasan terhadap anak, penyiksaan/penganiayaan berat, pembunuhan, perampasan kemerdekaan, penistaan agama, dan kecelakaan kerja.

Temuan data dan fakta ini didapatkan LPSK setelah melakukan investigasi dan telaah selama sepekan, sejak 27 Januari hingga 5 Maret 2022, terhadap Terbit Rencana dan pihak-pihak lainnya yang diduga terlibat. Sebab, LPSK menduga, Bupati Langkat nonaktif ini juga dibantu anggota keluarga, oknum anggota organisasi masyarakat (ormas), termasuk oknum TNI serta Polri.

Seperti dikutip dari Antara, melalui keterangan tertulis Kamis (10/3), Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menyayangkan proses hukum yang belum memiliki kemajuan berarti, meski sudah berjalan satu bulan lebih.

LPSK menilai praktik perbudakan manusia terjadi bukan hanya karena modus eksploitasi demi mencari keuntungan material, tetapi juga karena para pihak yang mengetahui dan memiliki wewenang, tidak mau mengambil tindakan.

Ke depannya LPSK berharap Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dapat membentuk tim lintas kementerian dan lembaga, untuk memastikan proses hukum ditindaklanjuti secara profesional dan tuntas. "Tentu dengan memerhatikan pemenuhan hak korban termasuk memastikan tidak ada praktik yang sama di wilayah lainnya," ujar Hasto.

Senada dengan Hasto, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu, menilai Terbit Rencana sebagai kepala daerah tidak punya wewenang menahan manusia dan memaksa mereka tinggal dalam kerangkeng.

Tindakan ini, kata Edwin, sudah cukup memenuhi unsur tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Dimana para korban yang dikurung dipaksa bekerja di pabrik perkebunan sawit dan penyediaan pakan ternak milik Terbit Rencana.

Halaman:
Reporter: Aryo Widhy Wicaksono
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...