Pentingnya Literasi Keuangan untuk Hindari Investasi Bodong
Pemahaman terhadap literasi keuangan menjadi penting dipahami sebelum mulai terjun investasi. Sebab di dalamnya, ada pembelajaran mengenai kecukupan penghasilan, ragam produk investasi, karakteristik investasi, diversifikasi aset investasi, dan risiko investasi. Jika ada satu bagian yang terlewat, maka investasi yang dilakukan akan berisiko tinggi.
Di sisi lain, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2019, menyebutkan bahwa terdapat 38% masyarakat Indonesia yang melek literasi keuangan. Temuan tersebut diiringi oleh Indeks Inklusi Keuangan di Indonesia yang sudah mencapai 76%.
Temuan ini menunjukkan adanya ketimpangan antara pengguna produk dari lembaga dan layanan jasa keuangan, dengan jumlah masyarakat yang paham mengenai literasi keuangan.
“Cukup jauh jaraknya, makanya kita pelan-pelan bagaimana caranya orang-orang lebih paham literasi finansial karena ini kan krusial,” kata Financial Planner, Annisa Stevani dalam Webinar Hati-Hati Investasi Bodong, Rabu (6/4).
Mengenai kerugian investasi, Annisa menjelaskan, bahwa sebagian besar terjadi karena minimnya pemahaman mengenai diversifikasi aset. Hal itu berkaitan dengan penggunaan uang 'panas' untuk investasi.
Dia memberikan contoh beberapa pihak yang menggunakan uang 'panas' seperti untuk biaya sekolah anak. Selain itu, tidak jarang pula ada yang berinvestasi menggunakan uang hasil meminjam atau menjual aset.
“Makanya kalau ditanya langkah pertama biar tidak ketipu, ayo pelan-pelan kita belajar tentang literasi keuangan secara utuh,” katanya.
Untuk meminimalisir risiko, Annisa menegaskan bahwa mindset investasi bukanlah untuk mencari uang. Menurutnya, investasi mesti dilakukan untuk mencapai tujuan keuangan, seperti membeli rumah, biaya anak sekolah, dana pensiun, dan lain sebagainya.
Penentuan tujuan dinilai penting, sebab akan mempengaruhi pililhan produk investasi.
Untuk jangka pendek, Annisa menyarankan penggunan produk investasi berisiko rendah, seperti deposito atau reksadana pasar uang. Sementara untuk jangka panjang, produk investasi berisiko tinggi dapat dipilih, sebab secara waktu risikonya akan menurun. Jika menginginkan pendapatan pasif, maka obligasi pemerintah atau deposito dapat menjadi pilihan.
Kemudian jika targetnya untuk melindungi nilai, maka dapat memilih investasi pada emas.
“Jangan tiba-tiba, anak mau sekolah tahun depan, kita taruhnya di kripto. Pas anaknya mau sekolah, uangnya habis, hilang. Jadinya tidak sekolah,” jelas Annisa, mencontohkan bagaimana cara investasi yang kurang tepat.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI), Tongam L Tobing. Dia menyampaikan kelemahan lain dalam berinvestasi. Ada kelompok masyarakat yang sudah memiliki literasi keuangan, tetapi saat berinvesati menginginkan memperoleh keuntungan banyak secara instan.
“Bayangkan di binary option, itu sangat banyak orang yang mengetahui bahwa tidak mungkin perdagangan berjangka komoditi, perdagangan forex untung terus, naik antara 10 sampai 13 persen per bulan dan diberikan. Secara rasional, orang-orang berpendidikan harusnya tidak percaya itu. Tapi karena memang rasionalitas itu kalah oleh keinginan mendapatkan keuntungan cepat,” ujarnya.
Tongam juga menekankan pentingnya untuk melakukan verifikasi, dan memeriksa legalitas platform investasi. Sebab, saat ini banyak pelaku yang mencatut nama-nama entitas resmi untuk menarik perhatian calon korban. Para pelaku biasanya memasukkan calon korban ke dalam sebuah grup Telegram tanpa persetujuan pihak yang diundang. Kemudian, mereka menawarkan berbagai investasi yang tidak rasional.
“Kalau kita mengikuti suatu investasi dengan entitas tertentu, cek, benar tidak legalitas itu ada?” Kata Tongam.
Belakangan perhatian masyarakat memang tertuju kepada kasus dugaan penipuan investasi binary option menggunakan aplikasi. Hal ini mencuat setelah kepolisian membongkar dugaan penipuan ini terkait beberapa aplikasi, yaitu Binomo dan Quotex. Kasus ini semakin ramai karena juga melibatkan beberapa influencer media sosial yang menjadi afiliator, di antaranya Indra Kenz, Fakarich, dan Doni Salmanan.