Jadi Ketua ASEAN, RI Fokus Krisis Pangan hingga Sistem QR Code Bersama
Indonesia akan fokus pada penguatan kerja sama di kawasan dalam menjalankan perannya sebagai Ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN tahun 2023. Sejumlah peguatan kerja sama tersebut di antaranya krisis pangan hingga implementasi local currency settlement berupa QR Code yang bisa digunakan oleh seluruh masyarakat di kawasan.
“Prioritas kita sesuai dengan tema ASEAN Matters: Epicentrum of Growth, adalah memperkuat mekanisme dan kerja sama ASEAN,” kata Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Sidharto R Suryodipuro, di sela-sela acara “Kick Off Keketuaan ASEAN Indonesia 2023” di Bundaran HI sepertidikutip dari Antara, Jakarta, Minggu (29/1).
Sejumlah kerja sama yang akan diperkuat ASEAN di bawah kepemimpinan Indonesia yaitu penanggulangan tindak pidana perdagangan orang, antisipasi krisis pangan yang mungkin meluas sebagai dampak perang di Ukraina, serta penguatan kerja sama kesehatan untuk memastikan kawasan Asia Tenggara benar-benar keluar dari pandemi.
Implementasi QR Code se-ASEAN
Selain itu, ASEAN akan melanjutkan pembahasan untuk implementasi local currency settlement yang bisa digunakan oleh seluruh masyarakat di kawasan.
“Ini seperti penggunaan QRIS yang sama se-ASEAN,” kata Sidharto, merujuk pada sistem pembayaran berupa QR Code yang bisa digunakan di aplikasi dompet elektronik maupun bank berbasis digital.
Sejumlah negara ASEAN telah menerapkan sistem pembayaran QR Code, termasuk Indonesia. Berdasarkan laporan Hootsuite dan We Are Social, Malaysia merupakan negara dengan pengguna internet (usia 16-64 tahun) yang paling banyak menggunakan QR Code di ponsel mereka. Persentasenya mencapai 66,3% pada 2021.
Kemudian, ASEAN juga akan memperkuat kerja sama bidang perlindungan HAM, khususnya untuk merespons krisis di Myanmar yang dipicu kudeta oleh militer sejak Februari 2021. Sidharto mengatakan selama keketuaannya di ASEAN, Indonesia menargetkan hasil konkret berupa Leaders’ Declaration dan Concord, seperti yang selalu dihasilkan di masa-masa keketuaan sebelumnya.
Bali Concord
Indonesia telah empat kali menjabat ketua ASEAN yaitu pada 1976, 1996, 2003, dan 2011. Sepanjang perjalanannya, ASEAN sebelumnya telah menghasilkan tiga deklarasi yang dikenal dengan Bali Concord I pada 1976, Bali Condord II pada 2003, dan Bali Concord III pada 2011.
Bali Concord I adalahTreaty of Amity and Cooperation (TAC) yang mengatur pola perilaku antarnegara anggota untuk mengedepankan cara-cara damai selesaikan sengketa di antara mereka, bukan menggunakan aksi kekerasan.
Sementara Bali Concord II merupakan kesepakatan ASEAN untuk membangun komunitas berdasarkan pilar politik dan keamanan, pilar ekonomi, dan pilar sosial budaya.
Bali Concord III pada 2011 adalah panduan dari Declaration of Conduct dalam penanganan isu Laut China Selatan yang sedang dihadapi sebagian negara anggota ASEAN dan negara di luar ASEAN.
Tahun ini, kata Sidharto, ketika ASEAN kembali berada di persimpangan jalan dengan meningkatnya persaingan geopolitik di antara negara-negara besar, ASEAN akan kembali menghasilkan Concord untuk menyikapi dinamika itu.
“Persoalan ini kan sumbernya dari persaingan antara negara-negara besar… mengingat ASEAN adalah satu-satunya forum di kawasan yang bisa menyatukan negara-negara ini untuk duduk bersama, dan sifatnya inklusif, kita hendak memanfaatkan (keketuaan Indonesia) untuk keperluan itu,” ujar dia.