Kartu Prakerja Jangkau 16,4 Juta Penerima Manfaat, Jadi Rujukan Dunia
Pelaksanaan program Kartu Prakerja mendapat pengakuan internasional atas keberhasilannya memanfaatkan teknologi digital. Dalam kurun kurang tiga tahun sejak pertama kali diterapkan, Kartu Prakerja telah memberi manfaat kepada 16,4 juta orang di seluruh Indonesia.
Direktur UNESCO Institute for Lifelong Learning David Atchoarena mengatakan Prakerja sebagai game changer, atau pembawa perubahan besar, dalam upaya meningkatkan pembelajaran bagi orang dewasa di luar pendidikan formal. Pernyataan itu ia sampaikan dalam acara pendukung Sidang ke-61 Komisi Pembangunan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN CSocD-61 PBB) yang digelar di New York, Amerika Serikat, Jumat (10/2).
“Ini sekaligus membangun jembatan antara pendidikan formal dan informal. Teknologi menjadi ‘game changer’ terutama dalam memberikan tempat bagi platform digital untuk pengembangan keterampilan angkatan kerja (upskilling dan reskilling),” kata David dalam webinar publik bertajuk Bringing 16.4 Million People Closer to Full and Productive Employment and Decent Work Using Digital Technology.
Lebih jauh ia mengatakan, pengalaman Kartu Prakerja patut ditiru negara-negara lain. David menilai, program yang telah dilakukan melalui Prakerja memberi kesempatan pembelajaran seumur hidup kepada penerima manfaat.
“Tujuan pembelajaran sepanjang hayat, antara lain bertujuan untuk menekan ketidakadilan gender dan ketimpangan ekonomi,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Airlangga Hartarto mengatakan Prakerja merupakan misi kemanusiaan dengan pemberdayaan yang melibatkan pendidikan, ketenagakerjaan, dan kewirausahaan. Hasilnya, sejak tahun 2020 hingga 2022, lebih dari 16,4 juta orang dari seluruh wilayah dan kota di Indonesia telah mengikuti program ini.
“Sebanyak 51% dari penerima manfaat adalah perempuan dan 3% adalah penyandang disabilitas. Dari mereka yang menganggur, sepertiga kini bekerja, baik sebagai pemilik usaha kecil maupun sebagai karyawan,” kata Airlangga.
Airlangga menyatakan Prakerja tidak sekadar membutuhkan kebijakan, pendanaan atau teknologi tetapi butuh perubahan radikal dalam institusi dan budaya. Pelaksanaan prakerja juga butuh perubahan dari perusahaan dan individu yang terlibat.
“Program ini tidak hanya efektif dalam memberikan hasil yang baik, tetapi juga dengan biaya yang efisien,” kata Airlangga.
Dalam forum yang sama, Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Purbasari menjelaskan Kartu Prakerja memberikan beasiswa kepada angkatan kerja yang bisa secara bebas memilih pelatihan yang tersedia. Dia menyebut sebanyak 12 persen penerima berusia lebih dari 50 tahun, 19 persen adalah lulusan SMP.
Ekonom dan peneliti ISEAS-Yusof Ishak Institute Singapore Maria Monica Wihardja mengatakan, ada sejumlah hal yang diperlukan dalam menerapkan transformasi digital. Selain kebijakan pendidikan yang lebih inklusif, pelatihan bersertifikat serta pembelajaran seumur hidup melalui peningkatan keterampilan dan pelatihan ulang juga bisa dilakukan. .
“Kartu Prakerja merupakan program pemerintah pertama di Indonesia dengan implementasi digital end-to-end dan pembayaran Government-to-Person (G2P) yang berpusat pada penerima manfaat,” kata Elan.
Sementara itu Ketua Policy Working Group Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Elan Satriawan memaparkan, dari penelitian yang dilakukan Bank Dunia dan TNP2K, 96 persen penerima manfaat Kartu Prakerja mengaku puas dengan pelatihan yang diterima dan juga kecepatan pencairan insentif.