Stunting Menghantui Daerah Prioritas Wisata Lombok
Aminah tak menduga anak keduanya divonis stunting oleh bidan di dekat rumahnya. Dia selama ini menganggap anaknya sehat karena memiliki tinggi badan tidak berbeda jauh dari teman sepantarannya.
"Selama ini saya mengira anak yang stunting yang bertubuh pendek," kata Aminah, warga Lombok Barat, beberapa hari lalu.
Anak Aminah ini memiliki tubuh yang kurus. Ini lantaran dia kurang memperhatikan pola makan anaknya.
Ibu beranak dua ini sehari-hari bekerja sebagai pemulung. Dia menyerahkan urusan anaknya kepada ibunya atau nenek si bocah. Anaknya ini kerap menolak makan dan neneknya membiarkan cucunya makan camilan atau jajanan saja.
“Padahal sama saya nggak begitu, harus makan dulu baru boleh makan kudapan,” kata dia.
Berkat arahan bidan, Aminah pun sadar bahwa ibunya berperan dalam kurangnya gizi sang anak. Dia pun rutin memberikan porsi protein hewani buat anaknya.
Ia menyisihkan uang hasil memulung untuk dibelikan ikan dan telur. Dalam selang waktu dua bulan, berat badan anaknya bertambah dan kini masuk dalam kategori sehat.
NTB dan Masalah Stunting Anak
Dalam Forum Nasional Stunting akhir tahun lalu, Nusa Tenggara Barat menjadi provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi keempat di Indonesia. Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono pun memasukkan NTB sebagai satu dari 12 provinsi yang akan menjadi fokus percepatan penurunan stunting.
“Terdiri atas tujuh provinsi yang memiliki prevalensi stunting tertinggi dan lima provinsi dengan jumlah kasus terbesar di Indonesia,” kata Dante di Jakarta, Selasa (6/12).
Menanggapi rencana pemerintah pusat, pemerintah provinsi NTB pun telah menargetkan prevalensi stunting serendah-rendahnya 14% pada 2023. Pada 2021, prevalensi stunting di provinsi ini mencapai angka 20,7%. Angka ini mengalami perbaikan pada akhir 2022, menjadi 18,9%.
Wakil Gubernur NTB, Sitti Rohmi Djalilah, menjelaskan posyandu menjadi salah satu kunci dari pengurangan stunting di daerahnya. Ia menghitung ada sekitar tujuh ribu posyandu yang tersebar di provinsi tersebut dan terdiri dari posyandu remaja, usia produktif, hingga lansia.
“Karena kita tahu, bila bicara stunting itu tidak hanya soal ibu hamil dan bayi saja, namun bagaimana remaja siap untuk menjadi ibu yang sehat untuk anak-anaknya kelak,” kata Rohmi.
Dokter spesialis anak Ananta Fittonia menyebut penyebab utama stunting anak-anak di Lombok Barat adalah infeksi. Biasanya, penyakit yang menyebabkan infeksi ini adalah pneumonia, sehingga vaksin PCV digalakkan di daerah tersebut.
Penyebab kedua adalah kekurangan asupan nutrisi pada anak karena kurangnya pengetahuan orangtua. Ia melihat bahwa para ibu cenderung mengutamakan konsumsi sayur-mayur dibandingkan protein hewani. “Padahal, protein hewani yang lebih dibutuhkan oleh anak-anak,” ujar Ananta.
Pernyataan Ananta sesuai dengan program porsi makan “Isi Piringku” yang digalakkan Kementerian Kesehatan. Untuk anak berusia enam hingga 23 bulan, harus ada 30% protein hewani dalam satu piring makanannya, sementara sayur dan buah-buahan hanya 25%.
Untuk mengatasi masalah ini, Danone Indonesia bekerjasama dengan pemprov NTB mengedukasi pencegahan stunting dan kebersihan lingkungan di Lombok. Acara ini dihadiri oleh lebih dari 150 masyarakat di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebun Kongok.
Selain edukasi gizi, Danone pun berupaya menjaga kebersihan lingkungan sekitar yang kerap menjadi penyebab stunting. Caranya adalah dengan mengentaskan masalah plastik yang d
“Kami yakin bahwa edukasi gizi, perilaku hidup bersih dan sehat, diiringi dengan kesadaran menjaga kebersihan lingkungan, penting dalam mempersiapkan anak Indonesia tumbuh menjadi generasi maju,” ujar Sustainable Development Director Danone Indonesia, Karyanto Wibowo.