Divonis 1,5 Tahun, Bisakah Richard Eliezer Berkarier Lagi Jadi Polisi?
Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E divonis 1 tahun 6 bulan penjara dalam perkara pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Putusan yang dibacakan dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2) itu jauh lebih rendah dari tuntutan 12 tahun penjara yang disampaikan jaksa penuntut umum.
Menanggapi putusan ini, Peneliti ASA Indonesia Institute Reza Indragiri Amriel mengatakan perbuatan Eliezer yang buru-buru mengakui perbuatannya dan mengaku salah merupakan hal yang sangat penting di mata hukum. Selain itu putusan itu membuka ruang bagi Eliezer untuk kembali bertugas di kepolisian.
Reza melihat putusan yang dijatuhkan kepada Eliezer menunjukkan bentuk kebijakan hakim menyelamatkan masa depan Eliezer sebagai anggota Polri. Reza menyebut dugaan itu didasarkan pada kebijakan yang pernah terjadi di internal kepolisian.
Menurut Reza, pada masa Tito Karnavian menjabat Kepala Kepolisian RI. Tito pernah menetapkan batas hukuman pidana maksimal dua tahun bagi personel kepolisian yang berlanjut dengan pemecatan personel Polri secara tidak hormat. Hal itu pernah disampaikan Tito saat kasus korupsi Raden Brotoseno mencuat pada 2016.
“Kalau itu dijadikan acuan, maka hukuman bagi Eliezer maksimal dua tahun saja. Itulah batas hukuman jika hakim ingin menyelamatkan masa depan Eliezer sebagai anggota Polri,” ujar Reza, Rabu (15/2).
Berdasarkan penelurusan Katadata.co.id, bila merujuk pada Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian pasal 22 disebutkan bahwa sanksi administratif berupa rekomendasi pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH dikenakan untuk tindak pidana penjara 4 tahun atau lebih. Pemecatan akan ditentukan dalam sidang Komite Etik.
Reza memuji keberanian Richard Eliezer memilih menjadi saksi pelaku atau justice collaborator dalam perkara Brigadir J. Ia berharap keberanian Eliezer bisa menjadi catatan di kepolisian.
"Dia (Eliezer) meletakkan dasar bagi perlunya pembudayaan whistleblowing di internal Polri," ujar Reza.
Hal yang Meringankan
Dalam putusannya hakim menyatakan Richard Eliezer secara terbukti secara sah dan kuat turut serta dalam pembunuhan berencana Brigadir J. Keterlibatan Richard telah secara sah dan diakui juga oleh Bharada E. Hakim menyatakan Eliezer secara sah dan terbukti melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam pertimbangannya hakim mengatakan hal yang memberatkan karena hakim menilai bahwa Eliezer tidak mempertimbangkan hubungan baik dengan Brigadir J. Di sisi lain, hakim menyatakan terdapat enam hal yang meringankan putusan.
Hakim menyatakan bahwa posisi Richard Eliezer sebagai saksi pelaku atau Justice Collaborator sebagai hal yang meringankan. Selain itu hakim menyatakan bahwa mempertimbangkan maaf dari keluarga Brigadir J sebagai hal yang meringankan.
“Terdakwa telah mengetahui perbuatannya sangat jahat, menyadari menyesal minta maaf kepada keluarga korban Yosua selanjutnya berbalik 180 derajat secara nyata memperbaiki kesalahan melalui jalan terjal dan berisiko,” ujar Hakim.
Hakim juga menyebut Eliezer sopan di pesidangan, belum pernah dihukum, dan masih muda sehingga diharapkan mampu berbuat baik di kemudian hari. Terdakwa juga menyesali perbuatan dan berjaji tidak mengulangi. Selain itu hakim mempertimbangkan maaf yang telah diberikan oleh keluarga Brigadir J.
Sebelumnya, hakim telah menjatuhkan hukuman mati kepada Ferdy Sambo. Vonis ini di atas tuntutan jaksa yakni penjara seumur hidup. Selanjutnya Putri Candrawathi divonis hukuman 20 tahun penjara, lebih berat dari tuntutan jaksa yang hanya 8 tahun penjara. Sedangkan Kuat Ma’ruf divonis 15 tahun penjara dan Ricky 13 tahun penjara.