DBS Ramal Ekonomi 2023 Tumbuh di Atas 5%, Investasi Tembus Rp 1.400 T
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 diramal tetap akan berada di atas 5%. Pencapaian ini diyakini akan mengikuti pertumbuhan ekonomi pada 2022 yang mencapai 5,3%.
Ekonom senior DBS Group Research Radhika Rao mengatakan membaiknya perekonomian di segala sektor di masa pra-pandemi menjadi katalis utama penggerak ekonomi pada 2023.
“Saat Indonesia bangkit dari pandemi, ditopang siklus harga komoditas yang membaik dan usaha-usaha baik yang dilakukan pemerintah memberikan dampak yang menguntungkan pertumbuhan jangka pendek dan menengah,” ujar Radhika seperti dikutip dari riset terbaru DBS, Sabtu (18/2).
Radhika menilai berbagai penanganan menghadapi pandemi seperti program vaksin dan peluncuran paket stimulus merupakan upaya tepat dalam mendukung perekonomian. Dia meyakini Indonesia bisa bangkit dan pertumbuhan ekonomi akan kembali baik seperti capaian yang telah diperoleh pada 2015-2019 sebelum pandemi terjadi.
“Ada kemajuan yang berlangsung secara struktural, dan manfaatnya bisa memberikan dampak luas dan berganda selama beberapa tahun ke depan,” ujar Radhika lagi.
Lebih jauh, Ekonomi DBS Group Research untuk Indonesia, Maynard Priajaya Arif memperkirakan investasi asing atau Foreign Direct Investment (FDI) pada 2023 akan mengalami peningkatan. Total FDI pada 2022 secara keseluruhan naik 47% secara year on year menjadi US$ 45,6 miliar.
Di antara sektor utama, logam dasar dan pertambangan menyumbang FDI cukup tinggi dengan Singapura, China dan Hong Kong menjadi investor utama. Dengan capaian yang ada, total investasi asing pada 2022 diperkirakan mencapai Rp 1.207,2 triliun. Adapun target investasi asing pada 2023 diperkirakan mencapai Rp 1.400 triliun.
“Yang menggembirakan, penyebaran investasi yang terealisasi mulai menyebar di beberapa provinsi,” ujar Arif.
Meski begitu, total investasi di Pulau Jawa masih mendominasi hampir setengah dari total investasi asing yang mengalir. Sedangkan sebaran investasi di luar Pulau Jawa lebih banyak tersebar ke Pulau Sumatera dan Sulawesi. Adapun investasi untuk dua pulau ini meningkat dari sekitar 5% pada 2015 menjadi 17% pada akhir 2022 yang didukung oleh investasi di sektor komoditas.
Arif mengatakan peningkatan investasi asing di Sulawesi lebih banyak ditopang oleh sektor pertambangan seperti nikel. Sedangkan investasi di Sumatera ditopang oleh agribisnis seperti sawit, karet dan kopi.
“Peningkatan arus modal asing secara bertahap telah disebarkan melalui tiga lini industri yaitu primer, sekunder dan tersier,” ujar Arif lagi.
Arief mengatakan lompatan investasi pada 2020-2022 lebih banyak tersedot untuk industri primer dan sekunder seperti pertambangan, industri logam dasar dan barang logam, bahan kimia. Sedangkan di sektor tersier investasi asing tersebar dalam industri real estate dan kegiatan bisnis pendukung lainnya.