Mahfud MD: Penundaan Pemilu oleh PN Jakarta Pusat Sensasi Berlebihan
Keputusan Pengadilan Negeri atau PN Jakarta Pusat yang berdampak pada penundaan pelaksanaan pemilihan umum atau pemilu 2024 mengundang kritik. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia, Mahfud MD mengatakan jika PN Jakarta Pusat membuat sensasi yang berlebihan.
"Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membuat sensasi berlebihan," ujarnya dikutip dari Instagram @mohmahfudmd, Kamis (2/2).
Mahfud mengatakan, vonis tersebut bisa memancing kontroversi. Dia juga khawatir ada yang mempolitisir vonis tersebut.
"Masa KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh PN. Bahwa vonis itu salah, logikanya sederhana, mudah dipatahkan tapi vonis ini bisa memancing kontroversi yg bisa mengganggu konsentrasi," kata Mahfud.
Dukung KPU Naik Banding
Dia pun mendukung KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum. Mahfud optimistis KPU akan menang karena PN tidak memiliki wewenang untuk membuat vonis tersebut.
Mahfud juga membeberkan alasan hukum yang melandasi opininya, yaitu:
1. Sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu diatur tersendiri dalam hukum. Kompetensi atas sengketa pemilu bukan di Pengadilan Negeri. Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses admintrasi yang memutus harus Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu. Namun jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN.
Mahfud mengatakan, Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan PTUN. Menurut dia, hal itu merupakan penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara. Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi.
"Tak ada kompetensinya Pengadilan Umum. Perbuatan Melawan Hukum secara perdata tidak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu," ujarnya.
2. Hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sebagai kasus perdata. Mahfud mengatakan, tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN.
Berdasarkan Undang-undang, Mahfud mengatakan, penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia.
"Misalnya di daerah sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan. Itu pun bukan berdasarkan vonis pengadilan, tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu," ujarnya.
3. Penundaan pemilu hanya karena gugatan perdata parpol bukan hanya bertentangan dengan Undang-undang tetapi juga bertentangan dengann konstitusi yang telah menetapkan pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali.
"Kita harus melawan secara hukum vonis ini. Ini soal mudah, tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul," ujarnya.
Gugatan Partai Prima
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan yang diajukan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Pemilu. Putusan itu berdampak pada penundaan pelaksanaan pemilu 2024 yang telah dijadwalkan oleh KPU.
Putusan penundaan pemilu tetapkan PN Jakarta Pusat atas perkara nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Gugatan diajukan Partai Prima pada 8 Desember 2022.
"Menerima gugatan penggugat untuk seluruhnya, menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat," tulis majelis hakim dalam putusannya yang dikutip Kamis (2/3).
Dalam hal hakim menerima gugatan Partai Prima selanjutnya majelis hakim menghukum KPU membayar ganti sebesar Rp 500 juta kepada penggugat. Selain itu KPU juga dihukum tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu 2024 sejak putusan diucapkan.
"(Tergugat) melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," tulis majelis hakim dalam putusannya.
Dalam pelaksanaan majelis hakim mengatakan perkara ini dapat dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta. Selain itu hakim memerintahkan KPU membayar beban perkara sebesar Rp 410 juta.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari menyatakan akan melakukan upaya hukum atas putusan Pengadilan Negeri. "Kita banding," kata Hasyim pada Katadata.co.id.