Kemenag Siapkan Terobosan Fiqih untuk Jemaah Lansia Jelang Puncak Haji
Puncak ibadah haji kian dekat. Seluruh kelompok terbang (Kloter) jemaah haji gelombang pertama yang mendarat dan menginap kini sudah berkumpul di Mekah. Pelaksanaan puncak di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) untuk jemaah lanjut usia (lansia) kini menjadi fokus prioritas.
Ketua Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Indonesia di Arab Saudi Subhan Cholid mengatakan, saat ini seluruh perhatian diarahkan pada upaya merumuskan skema pergerakan jemaah haji pada saat puncak haji di Armuzna. PPIH menginginkan ada terobosan kebijakan yang sesuai dengan ketentuan fiqih atau syariat Islam sekaligus tidak memberatkan jemaah lansia dalam proses pelaksanaannya.
Pelaksanaan haji tahun ini mengusung tema 'Haji Ramah Lansia'. Untuk menampung jemaah yang keberangkatannya tertunda di 2020, 2021, dan 2022 akibat pandemi Covid-19, pembatasan usia yang diberlakukan Arab Saudi di tahun-tahun sebelumnya dihapus, Artinya, jemaah haji berusia di atas 65 tahun boleh berangkat tahun ini. Total, ada sekitar 67.000 jemaah haji yang memiliki usia 65 tahun ke atas yang berangkat tahun ini atau sekitar 30% dari total jemaah haji Indonesia di 2023.
Persentase jemaah lansia yang jauh lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya ini menghadirkan tantangan dalam pelaksanaan ibadah haji. Momok terbesar datang dari pelaksanaan puncak haji Armuzna ketika jemaah haji harus berjalan sejauh 7-14 kilometer bolak-balik, kurang tidur lantaran berjaga di mayoritas malam, dan tinggal di alam terbuka, meski tersedia tenda di Arafah. Hampir bisa dipastikan para jemaah lansia tidak akan mampu melaksanakannya. Kalau dipaksakan, dikhawatirkan banyak jemaah haji ini akan mengalami problem fisik yang serius, bahkan mengancam jiwa.
Untuk membantu para jemaah lansia itu, Kementerian Agama (Kemenag) sudah menerapkan beberapa kebijakan terobosan seperti pembentukan unit khusus layanan jemaah haji ramah lansia pada struktur Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), pembentukan tim khusus Penanganan Krisis dan Pertolongan Pertama Jamaah Haji (PKP3JH) yang direkrut dari rumah sakit TNI/Polri di struktur PPIH, penyusunan standar prosedur (SOP) jemaah haji ramah lansia, termasuk visitasi tim kesehatan Kloter terhadap jemaah haji lansia selama di pesawat serta sigap membantu jemaah haji lansia yang membutuhkan bantuan (kesulitan membawa tas kabin, mengantar dan menemani ke toilet) dan kursi prioritas kepada jemaah haji lansia di dalam bus, bandara, lobi hotel, lisft khusus.
Ada juga kemudahan akses akomodasi dalam tenda, dan transportasi yang aman, nyaman, dan terjaga untuk jemaah haji lansia, berisiko tinggi, dan penyandang disabilitas selama di Arafah, Mina, dan Muzdalifah (Armuzna). Selain itu, PPIh juga akan menggelar safari wukuf atau wukuf dalam bus atau ambulans untuk jemaah haji yang sakit, lansia, risiko tinggi, atau disabilitas dengan bantuan petugas pendamping. Terakhir, PPIH menyediakan opsi badal haji (dihajikan orang lain) untuk jemaah haji yang wafat atau sakit parah dengan bantuan tenaga musiman
Namun, Kemenag merasa seluruh terobosan ini masih memerlukan inovasi khusus lainnya, terutama dari aspek fiqih atau syariat Islam, yang memudahkan jemaah lansia dalam melaksanakan prosesi puncak haji di Armuzna. Safari wukuf misalnya, dipandang sebagai terobosan prosesi haji yang memudahkan jemaah sakit tetapi pada saat bersamaan masih sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Dengan tetap berada di ambulans atau bus, jemaah haji mengikuti ritual wukuf cukup sesaat saja, sesuai pemahaman mazhab Syafi'i.
Setelah mendengarkan khutbah wukuf dan masuk waktu wukuf yang ditandai dengan azan zhuhur, jemaah wukuf melaksanakan sholat Zhuhur dan Ashar dengan dijamak dan diqashar. Setelah itu, jemaah bisa kembali ke hotel. Terobosan fikih semacam ini yang kabarnya dikehendaki Kementerian Agama untuk jemaah lansia.
“Ini masih terus dibahas secara intensif. Jika sudah menjadi rumusan yang disepakati, akan segera disosialisasikan ke jemaah dan disiapkan teknis implementasinya di lapangan,” kata Subhan, Jumat (16/6).