Sistem Demokrasi Indonesia Lemah, Ridwan Kamil: Ini Penyebabnya
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menilai, sistem demokrasi yang dianut di Indonesia cenderung tak memilih pemimpin yang memiliki kapasitas melainkan yang disukai. Menurut pria yang biasa disebut Emil tersebut, hal itu menjadi kelemahan.
“Bukan memilih orang berkapasitas untuk dipilih jadi wakil rakyat, pemimpin rakyat hari ini tidak identik dengan memilih orang pintar,” kata Emil saat menjadi pembicara di FISIP Universitas Indonesia, Rabu (30/8).
Dikarenakan situasi demokrasi yang demikian, politisi Partai Golkar itu lantas menilai, banyak pemimpin yang menawarkan visinya di permukaan, dengan tujuan untuk disukai. “Lahirlah istilah baru, ‘pencitraan’. Branding atau bahasa Inggrisnya,” katanya.
Ia pun menyebut, perlu ada peningkatan standar demokrasi yang dijalankan saat ini. Sebab nantinya para pemimpin terpilihlah yang akan menjadi penentu masa depan lewat kebijakan-kebijakan yang ditetapkannya.
“Nah, adik-adik yang beruntung menjadi manusia-manusia kampus, kita harus menaik kelaskan kualitas demokrasi kita menjadi ajang memilih pemimpin-pemimpin yang berkualitas,” tegasnya.
Emil pun meminta agar para mahasiswa tak apatis dalam menghadapi Pemilu 2024. Ia menyebut berdasarkan survei yang dilihatnya, pemilih muda yang peduli dengan politik tak lebih dari 20%.
“Jadi poin saya, please jangan apatis 2024. Ada surveinya dari 120-an pemilih muda, yang peduli politik kurang dari 20% dan itu menyedihkan. Mudah-mudahan tahun depan berpartisipasi menentukan langkah,” ucap ia.