Gerindra Sebut Usulan Hak Angket Politikus PDIP di DPR Salah Alamat
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menanggapi usulan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu yang meminta Dewan Perwakilan Rakyat menggunakan hak angket. Usul itu disampaikan Masinton saat interupsi dalam rapat paripurna DPR, Selasa (31/10).
Menurut Habiburokhman, usulan Masinton itu salah alamat. Ia menyebut usulan hak angket tidak bisa diajukan karena yang dipersoalkan adalah urusan yudikatif di Mahkamah Konstitusi.
"Yudikatif itu kalau di trias politica lembaga lain lagi, enggak bisa jadi objek hak angket," kata Habiburokhman kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (1/11).
Ia pun mengaku dibuat bingung dengan usulan Masinton. Selain karena salah alamat, Habiburokhman pun menyinggung latar belakang pengusul yang merupakan seorang politisi.
"Silakan saja lah dia menari-nari sampai puas hatinya. Tapi menurut saya ini, aduh, bikin bingung, ya. Di balik-balik ya akal sehat karena urusan politik, kami benar-benar prihatin juga," kata Habiburokhman.
Sebelumnya, pada Rapat Paripurna DPR RI yang digelar Selasa (31/10), Masinton menginterupsi dan mengatakan putusan MK telah merusak jiwa konstitusi untuk kepentingan kelompok tertentu. Dalam interupsinya Masinton mengatakan MK telah gagal dalam menjaga mandat reformasi.
“Kita berada dalam situasi ancaman terhadap konstitusi,” kata Masinton.
Ia menyinggung TAP MPR nomor 11 tahun 1998 hadir untuk menghadirkan penyelenggaraan negara yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Ia menyebut putusan yang dibuat MK bertentangan dengan semangat reformasi. Masinton pun kemudian mengusulkan agar DPR menggunakan hak angket.
"Kita harus menggunakan hak konstitusional yang dimiliki oleh lembaga DPR,”ujar Masinton.
Meski begitu interupsi Masinton terputus karena telah habis waktu 15 menit yang disediakan DPR. Puan pun tak melanjutkan bahasan hak angket yang sempat disinggung Masinton.
Masinton mengatakan, putusan MK tersebut tak berdasarkan kepentingan konstitusi. Ia pun menyatakan, kondisi itu menggambarkan konstitusi tengah dilemahkan. Meski begitu putusan MK itu sebelumnya menjadi perdebatan karena dinilai dibuat untuk memuluskan jalan putra Presiden Joko Widodo Gibran Rakabuming Raka untuk maju dalam pemilihan presiden.