Kronologi Status Tersangka Eddy Hiariej hingga Hakim Tetapkan Tak Sah
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memutuskan penetapan tersangka atas mantan wakil menteri hukum dan hak asasi manusia (wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (EOSH) alias Eddy Hiariej oleh KPK adalah tidak sah. Hal itu diputuskan oleh hakim tunggal Estiono dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (30/1). .
Hakim Estino mengatakan putusan yang menyatakan penetapan Eddy sebagai tersangka tidak sah didasarkan pada Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ketentuan ini telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
“(Penetapan tersangka) terhadap pemohon (Eddy Hiariej) tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Estiono seperti dikutip Rabu (31/1).
Menurut Estiono putusan itu dengan tegas menyatakan penetapan tersangka terhadap Eddy Hiariej dalam kasus dugaan suap pengurusan administrasi tidak melalui prosedur di Kemenkumham tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Hakim pun tidak menyatakan tidak menerima eksepsi yang diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sebelumnya KPK menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka dugaan suap pengurusan administrasi tanpa melalui prosedur di Kemenkumham. Selain Eddy Hiariej, tersangka lainnya adalah pengacara Yosi Andika Mulyadi (YAM) dan asisten pribadi EOSH Yogi Arie Rukmana (YAR).
Duduk Perkara Penetapan Tersangka hingga Gugatan Praperadilan
Penetapan Eddy sebagai tersangka secara resmi dibacakan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers yang berlangsung pada Kamis (7/12) malam. Pada kesempatan itu Alex juga mengumumkan penahanan satu tersangka yaitu Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan (HH) dalam perkara tersebut.
Menurut Alex, Helmut merupakan pihak swasta yang diduga menjadi pemberi suap. Pada kesempatan itu KPK juga resmi mengumumkan nama dua tersangka lain yaitu pengacara Yosi Andika Mulyadi (YAM), dan Yogi Arie Rukmana (YAR) yang merupakan asisten Eddy.
Status tersangka Eddy sebelumnya sudah sempat diumumkan oleh Alex pada Kamis (9/11). Namun saat itu Alex belum menyampaikan pengumuman resmi. Eddy pun sudah beberapa diperiksa sebagai saksi. Pada Kamis (7/12) sebelum Alex mengumumkan tersangka untuknya, Eddy dijadwalkan diperiksa dalam kapasitas sebagai tersangka namun ia tidak hadir dengan alasan sakit dan meminta KPK menjadwalkan ulang pemeriksaan atas dirinya.
Dalam perkara ini Alex mengatakan Eddy diduga menerima uang Rp 8 miliar melalui Yogi dan Yosi yang merupakan perpanjangan tangannya untuk berdiskusi dengan Helmut. Perkara bermula pada 2019 saat Helmut mendapat masalah hukum dan kemudian meminta bantuan konsultasi pada Eddy.
Menurut Alex sekitar April 2022 dilakukan pertemuan di rumah dinas Eddy yang dihadiri Helmut bersama staf dan PT CLM. Hasil pertemuan tersebut dicapai kesepakatan yaitu Eddy siap memberikan konsultasi hukum untuk AHU PT CLM. Eddy kemudian menugaskan Yosi dan Yogi sebagai representasi dirinya. Alex mengatakan bahwa besaran uang yang disepakati untuk diberikan Helmut kepada Eddy sejumlah sekitar Rp 4 miliar.
Alex juga menjelaskan bahwa Helmut juga mengalami permasalahan hukum di Bareskrim Polri. Atas situasi itu Eddy menyatakan bersedia dan menjanjikan proses hukumnya dapat dihentikan melalui SP3 dengan adanya penyerahan uang sejumlah sekitar Rp 3 miliar.
Selain itu tim penyidik KPK juga menemukan bahwa Helmut juga meminta bantuan Eddy selaku Wamenkumham pada saat itu untuk membantu proses buka blokir hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT CLM. Atas kewenangan Eddy memuluskan proses buka blokir hasil RUPS. Ia mengatakan bahwa Helmut kembali memberikan uang sejumlah sekitar Rp 1 Miliar sehingga total uang yang diterima Eddy adalah Rp 8 miliar.
Kuasa hukum Eddy Hiariej, Ricky Herbert Parulian Sitohang pernah membantah tudingan soal penerimaan gratifikasi tersebut. Dia mengungkapkan, uang yang diterima Yosi adalah murni fee yang diterima terkait pekerjaannya sebagai pengacara.
Adapun Presiden Joko Widodo telah menandatangani surat Keputusan Presiden Nomor 57/M tentang pemberhentian Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej. Keppres itu ditandatangani per hari ini, Kamis (7/12).
Eddy tidak terima dengan penetapan tersangka atas dirinya oleh KPK. Terlebih pengumuman dirinya sebagai tersangka telah lebih dulu dibacakan oleh Alex pada November sebelum ada keputusan resmi. Eddy menilai pengungkapan dirinya sebagai tersangka tanpa melewati proses resmi telah melanggar ketentuan.
Eddy pun segera mengajukan gugatan praperadilan tak lama setelah ia menjadi tersangka. Namun pada 20 Desember 2023 ia mencabut kembali gugatan itu.
Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto menjelaskan Eddy Hiariej kembali mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada 3 Januari 2024. Gugatan kedua inilah yang terus diproses oleh pengadilan dan akhirnya pada Selasa (30/1) hakim mengabulkan gugatan Eddy dan menyatakan penetapan tersangka tidak sah.