Jokowi Belum Tonton Dirty Vote, Ini Katanya soal Kecurangan Pemilu
Presiden Joko Widodo mengatakan regulator telah mengatur mekanisme dugaan kecurangan dalam Pemilu dan Pilpres 2024. Ia menegaskan, dugaan kecurangan dapat diadukan ke Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu.
Laman resmi Bawaslu menyatakan Bawaslu di tiap tingkat pemerintahan harus memproses sengketa Pemilu selambatnya 12 hari sejak dugaan kecurangan disampaikan. Jokowi menilai, pemangku kepentingan dapat membawa putusan Bawaslu ke bidang hukum yang lebih tinggi jika dinilai tidak memuaskan.
"Kalau masih belum puas, kan masih ada peluang menguat lagi di Mahkamah Konstitusi. Saya kira mekanisme seperti itu yang harus diikuti semua orang terkait dugaan kecurangan," kata Jokowi di TPS 10 Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/2).
Di sisi lain, ia mengaku belum menonton film dokumenter Dirty Vote sejak ditayangkan pada akhir pekan lalu, Minggu (11/2). Film dokumenter eksplanatori berdurasi dua jam tersebut menceritakan desain kecurangan pada Pemilu 2024.
Film ini diawali dengan cuplikan-cuplikan pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, yang awalnya menyatakan anak-anaknya belum tertarik politik hingga deklarasi Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden dalam Pemilu 2024.
Alur film kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai Pemilu satu putaran, serta peta sebaran suara di Indonesia mulai dari Jawa, Sumatra, dan Papua. Karya tersebut menginformasikan perlu kemenangan di 20 provinsi dengan bobot suara masing-masing 20% agar Pilpres bisa dilakukan satu putaran.
Pada saat yang sama, Jokowi telah menunjuk 20 penjabat gubernur di 20 provinsi sejak 2021. "Akan tetapi dalam penunjukkan ini Jokowi dan Mendagri Tito Karnavian tidak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi. Seharusnya dilakukan transparan dan terbuka serta mendengarkan aspirasi pemerintah dan masyarakat daerah,” kata Ahli Hukum Tata Negara dalam Dirty Vote, Feri Amsari.
Berdasarkan data Jaga Pemilu, netralitas Aparatur Sipil Negara menjadi pelanggaran tertinggi atau hingga 39% pada Pemilu 2024. Capaian tersebut diikuti politik uang sebesar 20% dan pelanggaran kampanye 17%.
Adapun sebanyak 44% pelanggaran Pemilu pada 2024 adalah tindak pidana pemilu. Laporan selanjutnya adalah dugaan pelanggaran hukum sebesar 33%, dugaan pelanggaran administrasi Pemilu sebesar 13%, dan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu sebesar 10%.
Divisi Advokasi dan Hukum Jaga pemilu Rusdi marpaung sebelumnya mengatakan bahwa laporan-laporan dugaan pelanggaran Pemilu 2024 akan disampaikan ke otoritas. Walau demikian, Rusid menilai sanksi terkait pelanggaran netralitas ASN cenderung lemah, yakni bersifat administratif atau teguran moral.
"Bagi kepala daerah, walikota, gubernur, harusnya sanksi untuk mereka datang dari kementerian. Tapi walaupun ada sanksi, maka efeknya pun tidak membuat jera atau cenderung lemah,” katanya.