KPK Tetapkan Bupati Sidoarjo jadi Tersangka Pemotongan Insentif BPPD
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali sebagai tersangka dugaan korupsi pemotongan dan penerimaan uang di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo.
"Yang bersangkutan menjabat bupati Kabupaten Sidoarjo periode 2021 sampai sekarang," demikian keterangan KPK, Selasa (16/4).
Penetapan sebagai tersangka dilakukan usai gelar perkara yang dilakukan KPK. Dari proses tersebut, ditemukan adanya pihak yang diduga menikmati aliran uang kasus BPPD Sidoarjo.
Nama Gus Muhdlor sempat jadi perbincangan usai secara terang-terangan mendeklarasikan dukungan kepada pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Dukungan itu disampaikannya dalam Deklarasi Nderek Kiai Prabowo-Gibran di Pondok Pesantren Bumi Sholawat, Lebo, Sidoarjo, Kamis (1/2).
Padahal sebelumnya, ia sempat mengikuti kampanye calon wakil presiden nomor urut 1, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin di lapangan Desa Wedoro, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, pada Selasa (28/11/2023).
Deklarasi terhadap 02 itu dilakukan tepat sehari setelah rumah dinas Gus Muhdlor digeledah KPK pada Rabu (31/1/2024). Pada saat penggeledahan, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu disebut menghilang.
Ia juga sempat datang ke KPK untuk menjalani pemeriksaan dalam kasus BPPD. Dalam kesempatan tersebut, Muhdlor membantah adanya penerimaan uang.
"Saya sudah berusaha memberikan kesaksian sebenar-benarnya, seutuh-utuhnya, sehingga terang benderang," ujarnya di KPK pada Jumat (16/2).
Kasus ini bermula saat KPK menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Kabupaten Sidoarjo Siska Wati sebagai tersangka pada 29 Januari 2024 lalu. Penangkapan Siska berawal dari laporan masyarakat soal dugaan pemotongan insentif dan penerimaan uang di BPPD Sidoarjo.
Berdasarkan informasi itu, KPK menggelar operasi tangkap tangan terhadap 10 orang di Sidoarjo. Komisi antirasuah lalu menyita uang Rp 69,9 juta dari dugaan pemotongan dan penerimaan uang sejumlah sekitar Rp 2,7 miliar.
Kasus ini berawal pada tahun 2023. Awalnya, ASN BPPD Sidoarjo akan mendapatkan dana insentif usai besaran pendapatan pajak kabupaten tersebut mencapai Rp 1,3 triliun.
Meski demikian, Siska Wati secara sepihak memotong dana insentif ASN dengan besaran 10 hingga 30 persen. Pemotongan dilakukan secara tunai dan diatur setiap bendahara yang ditunjuk.