Bukan Profit, Investasi Budaya untuk Pembangunan Manusia

Nabilah Muhamad
24 April 2024, 15:44
Salah satu pameran budaya berupa lukisan karya siswa SMK yang dipamerkan pada Vokasifest dan Festival Kampus Merdeka di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa (12/12/2023).
ANTARA FOTO/Cahya Sari/sgd/nz
Salah satu pameran budaya berupa lukisan karya siswa SMK yang dipamerkan pada Vokasifest dan Festival Kampus Merdeka di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa (12/12/2023).
Button AI Summarize

Taman Ismail Marzuki (TIM) kini menjadi tempat yang kerap dikunjungi Angki. Dalam ulasannya di Google, ia mengaku sering menghabiskan waktu ruang terbuka hijau dan perpustakaan di lingkungan tersebut. Buat pembaca seperti Angki, TIM memang membuat mager alias “malas bergerak”.

“Saya bisa membaca sambil berbaring, duduk santai, atau sekadar diam menghabiskan waktu,” demikian ia menulis dalam ulasan daringnya awal tahun ini.

Pengalaman Angki merupakan buah revitalisasi komplek TIM yang dilakukan pada periode 2019-2022. Kawasan cagar budaya tersebut kini memiliki sejumlah fasilitas yang membuat betah pecinta buku dan budaya, di antaranya Perpustakaan Jakarta dan Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin, gedung teater berkapasitas 1.200 penonton, gedung teater berstandar internasional Graha Bhakti Budaya dengan 848 kursi, teater kecil, teater halaman, masjid, Kineforum, dan Planetarium.

Akun lainnya, Masriah Hasan, memberikan komentar senada. Ia mengaku nyaman mengunjungi kompleks TIM, terutama galeri pameran untuk menikmati karya-karya seniman yang ditampilkan. Buat Masriah, pengalaman ini membuatnya lebih mengapresiasi galeri dan karya-karya tersebut.

Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana, seperti dikutip Antara, mengatakan rata-rata pengunjung TIM setiap bulannya mencapai 5.990 orang pada Januari-Juni 2023. Bandingkan dengan total kunjungan Januari-Desember 2021 yang hanya 1.775 orang.

Dengan antusiasme dan banyaknya pengunjung, apakah investasi revitalisasi TIM sebesar Rp 1,4 triliun sudah kembali? “Tanpa subsidi pun sulit untuk mengembalikan investasi tersebut,” kata Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Hilmar mengatakan, investasi di sektor kebudayaan tidak melulu soal imbal hasil keuangan, apalagi dalam jangka pendek. Ia menilai, alih-alih profit yang harus dinilai adalah dampak sosial dan kultural bagi publik. Dalam hal ini, pengalaman Angki, Masriah, dan para pengunjung TIM adalah refleksi dari manfaat yang tak ternilai. Dengan kata lain, yang perlu diukur adalah social return on investment (SROI) dan cultural return on investment (CROI).

“Kita tidak menghitung pendapatan dari jumlah penonton, tetapi kontribusi kegiatan yang diselenggarakan di TIM atau taman budaya lainnya terhadap peningkatan apresiasi publik, penguatan kohesi sosial dan identitas kultural,” kata Hilmar dalam tulisan opininya di  Harian Kompas, Senin (15/4/2024).

Manfaat investasi untuk pembangunan kebudayaan juga bisa dilihat dalam Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) yang diluncurkan Kemendikbudristek. Indeks yang merupakan kolaborasi dengan Katadata Insight Center (KIC) itu menyebutkan bahwa Indonesia mengantongi skor IPK 55,13 poin pada 2022. Nilai ini melampaui capaian tahun sebelumnya (saat pandemi Covid-19) sebesar 51,9 poin. Skor 0 menunjukkan perkembangan atau kemajuan kebudayaan yang sangat rendah, sedangkan 100 artinya sangat baik.

Indeks ini juga menemukan korelasi yang cukup kuat antara Dimensi Ekonomi IPK dengan tingkat kemiskinan. “Semakin tinggi Dimensi Ekonomi Budaya IPK, maka semakin rendah tingkat kemiskinan, begitupun sebaliknya,” demikian laporan riset tersebut.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...